Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog
March 2nd, 2008

Training yang gagal dari awal

Saya sangat suka dengan training, melihat jiwa-jiwa muda yang terbakar semangatnya dengan kalimat-kalimat bijak yang kebetulan saya ingat dan saya kutip.

Namun saya sangat sedih.  Pasalnya ada beberapa training yang gagal dari awal. Indikator gagal ini banyak, di antaranya adalah:

1. Training sukses, tetapi hasil training tidak tampak.  Peserta yang saat training tampak semangat itu, selepas training ya kembali semula lagi, tidak ada yang kemudian menunjukkan peningkatan performance.

2. Suasana training sudah tidak kondusif.  Waktu yang dialokasikan jadi terlalu pendek karena salah pengorganisasian dari panitia.  Tempat dipindah mendadak, atau terlalu tersembunyi sehingga banyak peserta telat.  Listrik tidak cukup untuk menyalakan LCD.  Atau tempat training dilihat dari sisi pencahayaan atau akustik sangat tidak pas.  Cahaya dari luar terlalu banyak sehingga tayangan LCD tidak jelas.  Akustik jelek sekali sehingga suara bergaung atau bising jalan masuk dengan leluasa.  Atau peserta terlalu banyak dan gaduh sendiri.  Mereka hadir bukan karena merasa perlu ikut training tetapi karena sekedar kewajiban.  Ditambah dengan pencahayaan dan akustik yang parah, suasana training demikian adalah penderitaan baik bagi trainer maupun peserta.  Pengorganisasian yang parah bisa tercium juga ketika panitia penghubung gonta-ganti, atau satu orang tetapi nomor handphone-nya gonta-ganti.  Saya heran, ada orang-orang yang suka menghemat 10.000-20.000 rupiah dari pulsa hp (dengan gonta-ganti SIM-card), tetapi menyulitkan dan merugikan orang banyak dengan jumlah yang lebih besar.

3. Training batal dari awal.  Trainer sudah siap-siap, bahkan untuk kota yang jauh sudah beli tiket pesawat segala, tetapi mendekati hari H, tiba-tiba dibatalkan karena berbagai sebab.  Ada yang karena konon tidak mendapat ijin dari pihak yang berwenang.  Ada juga yang karena peserta terlalu sedikit.  Macam-macam.  Kadang-kadang trainer juga diminta bersabar saja.  Jangankan yang training batal dari awal; yang training sukses saja, kadang-kadang honor untuk trainer (yang kadang sekedar ganti tiket pesawat doang – sementara taksi dari rumah ke bandara kelupaan … ) sering tertunda berbulan-bulan.

Untuk itu, terpaksa saya siasati begini:

1. Harus ada kejelasan dari panitia, training ini untuk apa?  Untuk sekedar menegaskan eksistensi lembaga mereka, untuk meningkatkan performance atau untuk rekrutmen? sifatnya sosial atau komersial? dan sebagainya.  Kalau training ini untuk rekrutmen, maka harus jelas, siapa yang akan mem-follow-up-i peserta training.  Dengan cara apa?  Karena susah juga ya: peserta training memiliki harapan tertentu ketika mereka memutuskan mengikuti training saya, mungkin karena temanya menarik, mungkin karena person trainernya.  Ketika ini di-follow-up-i oleh orang lain, dengan tema yang berbeda, dan mungkin type orangnya juga berbeda dengan trainer, pasti tingkat sukses follow-up ini juga akan berbeda.

2. Harus ada kepastian dari panitia, terutama mengenai tanggal, jumlah peserta dan durasi. Ini terkait juga dengan biaya.  Bagaimanapun juga, trainer juga mengeluarkan biaya, dia juga harus mencurahkan tenaga dan waktu untuk persiapan, apalagi kalau training dilakukan jauh di kota lain.  Untuk itu, terkadang saya meminta jumlah minimal peserta 30 orang (untuk training yang bersifat komersial) atau 100 orang (untuk training yang bersifat sosial).  Tenaga yang dikeluarkan trainer melatih 30, 100 atau 200 orang sebenarnya hampir sama.  Karena itu sayang sekali bila sudah jauh-jauh, peserta cuma 10 orang.  Apalagi kalau training ini bersifat sosial.  Makanya untuk training yang bersifat sosial, saya meminta tetap harus ada fee bagi tiap peserta, biarpun kecil, untuk melihat siapa yang akan bersungguh-sungguh mengikuti training.  Kalau dilepas begitu saja, training ini sudah dipastikan gagal dari awal.  Saya meminta, seminggu sebelum acara training, tanggal, jumlah peserta dan durasi training harus sudah fixed.  Untuk training komersial, saya bahkan meminta mereka sudah meneken kontrak dan membayar uang muka (DP).  Repot juga kalau saya sudah di bandara, tiba-tiba ditelepon, training batal ….

3. Bisa juga sih, pas hari H, tiba-tiba saya yang berhalangan.  Saya tiba-tiba jatuh sakit, atau ada hal mendadak yang jauh lebih urgen sehingga training harus dibatalkan.  Untuk yang satu ini, kalau trainingnya bisa digantikan orang lain, saya akan bujuk agar panitia mau menerima trainer pengganti.  Tetapi ini tidak selalu bisa.  Kadang-kadang calon pengganti ini juga sudah ada acara.  Atau bisa juga susah cari trainer yang tepat.  Sebagai contoh, untuk training FSQ, saya hanya bisa memberi pengganti seseorang yang secara finansial maupun spiritual juga tidak bermasalah, sekaligus biasa memberi training.  Repotnya, banyak orang bisa memberi training, atau setidaknya pernah mengikuti training FSQ beberapa kali sebagai asisten, tetapi dia sendiri punya masalah finansial (misal dibelit utang) atau masalah spiritual (misal berkali-kali tidak menepati janji).  Kalau sudah begini saya terus terang juga bingung.  Kalau training komersial, tentu saja semua uang muka akan saya kembalikan 100% dan saya tawarkan hari yang lain dengan harga diskon.  Tetapi kalau training sosial, gimana ya?  Namanya juga sosial.  Tidak ada DP, jadi juga tidak ada yang bisa dikembalikan.  Dan karena gratis, juga tidak ada diskon.  Tetapi tentu saja mereka kecewa berat.  Ada yang khawatir akan merusak nama baiknya, macem-macemlah …

Yang jelas, kalau semua pihak sudah paham dari awal, insya Allah suatu training tidak gagal dari awal.

Tags: ,

.

Leave a Reply