Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog
April 12th, 2010

Keramik dan Porselin bukan dari Cina

Dr. Fahmi Amhar

Apakah yang anda bayangkan tentang porselin?  Boneka yang cantik, atau guci yang indah?  Sama saja?  Kalau begitu, dari mana porselin yang anda nilai mahal?  Atau dari zaman apa?  Pada umumnya kolektor benda antik amat menghargai porselin dari zaman dinasti Ming yang memerintah Cina dari 1368-1644 atau bahkan yang lebih tua dari dinasti Tang ((618-907 M).

Anda tidak sama sekali salah.  Cina memang mata air ilmu pembuatan porselin di dunia.  Ke sana pula Rasulullah memerintahkan kaum muslim untuk berburu ilmu.  Tetapi tahukah anda, bahwa di abad pertengahan banyak porselin lain yang sama indahnya beredar di pasaran, namun bukan made in Cina?  Di banyak museum di dunia masih disimpan porselin-porselin dari era keemasan Islam.

Sejarah keramik kaum muslim tidak terbatas hanya pada kaligrafi di atas keramik.  Sisi teknologi di bidang ini memang termasuk yang jarang diketahui kecuali oleh para sejarahwan.  Padahal umat Islam melakukan banyak inovasi keramik dan porselin untuk berbagai kebutuhan.  Ada yang menjadi lantai dan dinding masjid, toilet dan bak mandi, tungku pemasak, hiasan di istana sultan, hingga alat-alat makan.  Proses pembuatannya pun beraneka ragam.  Teknologi ini terkait erat dengan pembuatan tembikar atau keramik dari tanah liat dan pembuatan gelas dari pasir kuarsa.

Para sejarahwan membagi keramik zaman Islam ke dalam tiga periode: periode awal (mulai abad-1 H sampai dengan abad-4 H, era pemerintahan bani Umayyah dan awal Abbasiyah), periode pertengahan (abad-5 H sampai abad-10 H) dan periode setelah abad-10 H (era bani Utsmaniyah).

Barang pecah belah dari awal dinasti Abbasiyah yang ditemukan di Samarra dapat digolongkan menjagi 6 tipe: (1) Tembikar tanpa glazur; (2) Tembikar berlapis monokrom alkalin; (3) Tembikar berlapis timah berhiasan relief; (4) Tembikar berlapis timah berhiasan bintik-bintik atau gambar abstrak warna-warni; (5) Tembikar berlapis aluminium; dan (6) Tembikar berlukis di bawah lapisan gelas.

Salah satu prestasi besar orang-orang Islam di periode ini adalah penemuan pelapisan dengan alumnimum.  Jika glazur aluminium oksida ditambahkan pada glazur timah, akan didapatkan porselin krem ala dinasti Tang.  Keunggulan aluminium oksida selain memungkinkan pengecatan permukaan bergelombang yang belum dibakar, juga karena cat tersebut tidak memudar ketika tembikar dibakar seperti halnya yang terjadi pada pemakaian glazur timah secara langsung.

Sepanjang periode Islam pertengahan, prestasi penting yang lain adalah penciptaan tembikar warna putih.  Ini diperoleh dari bahan-bahan baru dari pasir kuarsa, lempung putih dan potasium.  Produk ini tercipta dari keinginan pengrajin muslim untuk menyaingi porselin Cina.  Jika dibakar, bahan-bahan baru ini menghasilkan tembikar semi-transparan yang sangat keras, yang di Eropa setelah abad 18 M dikenal sebagai “porselin pasta lunak”.

Pusat yang paling masyhur dalam pembuatan porselin adalah Kasyan di Iran.  Pada tahun 700 H / 1301 M, Muhammad Abu Al-Qassim al Kasyani menulis sebuah buku penting yang memberikan rincian teknik keramik Islam.

Beberapa jenis inovasi keramik dan porselin yang terkenal adalah:

(1)   Abarello: ini adalah semacam poci yang didesain untuk menyimpan obat-obatan dari abad 15.

(2)   Fritware: ini adalah alat dapur untuk memanggang atau menggoreng dari abad 11.  Sebuah resep cara membuatnya ditulis Abu al-Qassim pada tahun 1300 yang memuat perbandingan bahan-bahannya yaitu kuarsa : gelas frit : lempung putih = 10 : 1 : 1.

(3)   Hispano-Moresqueware: ini adalah keramik yang dibuat di Spanyol Islam setelah bangsa Moor (Maroko) mengenalkan teknik pembuatan keramik ke Eropa dengan pelapisan timah dan gambar warna.  Teknik ini sangat berbeda dengan keramik yang dikenal di kalangan Kristen dari karaketer Islam dalam dekorasinya yang bermotif kaligrafi.

(4)   Iznik: ini adalah keramik dari era Turki Utsmani pada awal abad-15 M.  Keunggulannya adalah ramuan bahan-bahannya yang membuat koefisien muainya turun sehingga tahan panas.

(5)   Lusterware: lapisan gilap untuk keramik jenis ini semula dipakai di Mesopotamia (Irak) sejak abad-9 M lalu sangat terkenal di Persia dan Syria, dan berikutnya diproduksi massal di Mesir selama era Fatimiyah (abad-10 hingga abad-12 M).  Teknik inilah yang pada abad-16 M menyeberang ke Itali di masa rennaisance lalu menyebar ke Belanda, Perancis dan negeri Eropa lainnya.

 

Sebuah porselin yang berlapis timah dari Spanyol-Mor di era Islam (disebut Hispano-Moresque), tahun 1475.

 

Di abad-20, teknologi keramik sempat terdesak oleh teknologi plastik yang membuat alat-alat yang sama dari bahan baku hidrokarbon (minyak) karena alasan lebih murah, lebih ringan dan tahan pecah.  Namun belakangan disadari bahwa limbah plastik tidak bisa hancur secara alami dan menjadi masalah lingkungan yang serius.  Proses pembuatan plastik juga tidak ramah lingkungan karena melepaskan dioxyn yang menyebabkan kanker.  Maka kini orang kembali menengok ke keramik.  Perkembangan di fisika nano membuat kini mampu dibuat keramik yang juga murah, ringan, tahan pecah dan juga bahkan anti kotor!  Ini suatu perkembangan yang menarik.  Mungkinkan para ilmuwan muslim kembali berperan dalam mengembangakan keramik seperti seribu tahun yang silam?

.

Leave a Reply