Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Archive for May, 2014

Anak-anak Generasi Emas

Tuesday, May 27th, 2014

Dr Fahmi Amhar

Ilustrasi anak-anak Musa bin Syakir, yang semua menjadi ilmuwan cemerlang pada sebuah perangko Suriah.

Ilustrasi anak-anak Musa bin Syakir, yang semua menjadi ilmuwan cemerlang pada sebuah perangko Suriah.

Para ahli kependudukan mengatakan bahwa Indonesia akan mendapatkan “bonus demografi” pada tahun 2025.  Itu tatkala jumlah penduduk usia produktif pada posisi optimum, dibandingkan jumlah lansia atau anak-anak.  Tentu saja, bonus tersebut hanya dapat diraih jika mereka yang saat ini masih usia anak-anak itu dapat diformat menjadi generasi emas, generasi yang bertakwa, sehat, cerdas, gemar bekerja keras dan dapat bersinergi.

Dulu khilafah Islam dalam kurun waktu yang tidak sampai satu generasi telah menjadi produsen generasi emas yang kemudian berjaya berabad-abad.  Pertanyaannya, bagaimana cara orang tua di masa itu mempersiapkan generasi-generasi cemerlang? Lalu kalau kita refleksikan, seberapa besar peran orang tua di masa kini bisa memberikan suri teladan bagi anak-anaknya baik secara akhlak, moral, minat hingga kecondongan anak-anak untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki? Bagaimana Islam memberikan peranan serta arahan bagi para keluarga khususnya di bidang sains mengingat saat ini banyak event-event internasional di bidang sains yang dimenangi oleh tim dari Indonesia, namun ironisnya, hampir sebagian besar, didominasi oleh kalangan non-Muslim.

Di semua peradaban yang masih sederhana, keluarga selalu jadi sekolah pertama bagi anak-anaknya.  Maka kualitas orang tua sangat berpengaruh pada kualitas anak-anak tersebut.  Mereka yang hidup dengan berburu, pasti mengajari anak-anaknya bagaimana hidup di hutan, mencari hewan buruan, menjebak atau menjinakkannya.  Mereka yang hidup dengan bertani, pasti mengajari anak-anaknya bagaimana bercocok tanam, menemukan tanah yang sesuai tanamannya, kapan saat yang tepat untuk memupuk, menyingkirkan gulma hingga memanen.  Dan mereka yang hidup dengan berdagang, pasti sejak dini mengajak anak-anaknya mengenal bisnis.

Pendidikan seperti itu tetap diteruskan di zaman Nabi.  Namun Nabi menambahkannya dengan dua hal: (more…)

Filsafat Ghaib vs Filsafat Alam

Friday, May 23rd, 2014
al kindi - fahmiamhar.com

al kindi – fahmiamhar.com

Dr. Fahmi Amhar

Bicara sejarah peradaban Islam, orang sering menduga bahwa perkembangan sains saat itu karena umat Islam menekuni filsafat yang semula dipelajari dari buku-buku yang diterjemahkan dari bahasa Yunani.  Adalah para mutakalimin yang dipaksa keadaan untuk belajar filsafat, yakni untuk meladeni perdebatan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani dari Syam yang sudah terlebih dahulu menekuni filsafat Yunani.  Namun menurut an-Nabhani (dalam kitab Syakhsiyah Islamiyah juz 1), generasi kedua setelah mutakalimin sudah menekuni filsafat tak lagi untuk modal berdebat, tetapi sudah murni karena filsafat ternyata olah pikir yang mengasyikkan.

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan eksperimen dan percobaan ilmiah, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis dengan berbagai premis dan aksioma, mengajukan beberapa solusi, lalu memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses itu dimasukkan ke dalam sebuah dialektika.  Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir rasional dan logika bahasa.

Logika merupakan ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Itu membuat filsafat sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal. (more…)

Teknologi Tepat Guna Zaman Khilafah

Saturday, May 10th, 2014

Dr Fahmi Amhar

Bicara teknologi, sering orang terdikotomi – atau bahkan terpolarisasi – pada pembagian teknologi “tepat guna” dan “teknologi canggih”.  Teknologi tepat guna sering dipahami sebagai teknologi yang menyentuh kehidupan rakyat kecil yang merupakan mayoritas, dan dengan mudah dapat diterapkan untuk menaikkan kualitas hidup.

Sedang teknologi canggih diasosiasikan sebagai teknologi yang eksklusif, hanya mampu digunakan oleh orang-orang kaya, atau yang berpendidikan tinggi.  Penggunaan teknologi canggh juga tidak secara signifikan menaikkan kualitas hidup, kecuali hanya menaikkan gengsi dari penggunanya.  Teknologi tepat guna juga secara umum dapat dibuat sendiri oleh penduduk lokal dengan bahan-bahan lokal, sedang teknologi canggih lebih sering masih harus diimpor.

Kincir air al-Jazari, teknologi tepat guna pada masanya

Kincir air al-Jazari, teknologi tepat guna pada masanya

Karena itu, teknologi tepat guna sering diasosiasikan dengan teknologi untuk mendapatkan air, teknologi meningkatkan produksi pertanian dan peternakan, teknologi energi yang murah, teknologi kesehatan dan obat-obatan dari bahan-bahan yang tersedia dan murah, juga teknologi transportasi yang tidak memerlukan teknologi tinggi.  Teknologi tinggi sering dicontohkan dengan teknologi informasi dan komunikasi, serta teknologi hankam.  Ini tidak menutup mata pada eksistensi teknologi canggih di bidang pangan, energi, kesehatan dan transportasi; atau juga teknologi tepat guna di bidang informasi, komunikasi serta hankam.

Pada masa keemasan peradaban Islam, sebagian besar teknologi yang berkembang berangkat dari kebutuhan mayoritas rakyat.  Karena itu mayoritas teknologi yang ada dapat disebut tepat guna.

Misalnya teknologi pangan.  Di dunia pertanian muncul Al-Asma’i (740-828 M) yang mengabadikan namanya sebagai ahli hewan ternak dengan bukunya, seperti Kitab tentang Hewan Liar, Kitab tentang Kuda, kitab tentang Domba, dan Ābu Ḥanīfah Āḥmad ibn Dawūd Dīnawarī (828-896), sang pendiri ilmu tumbuh-tumbuhan (botani), yang menulis Kitâb al-nabât dan mendeskripsikan sedikitnya 637 tanaman sejak dari “lahir” hingga matinya.  Dia juga mengkaji aplikasi astronomi dan meteorologi untuk pertanian, seperti soal posisi matahari, angin, hujan, petir, sungai, mata air.  Dia juga mengkaji geografi dalam konteks pertanian, seperti tentang batuan, pasir dan tipe-tipe tanah yang lebih cocok untuk tanaman tertentu. (more…)