Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Archive for the ‘Pendidikan’ Category

Ilmu Kimia tidak untuk Pembantaian Massal

Wednesday, September 18th, 2013
Bapak Kimia Jabir al Hayan

Bapak Kimia Jabir al Hayan

Oleh: Dr. Fahmi Amhar

Miris mendengar bahwa di Suriah yang tengah bergolak, senjata kimia telah disebarkan ke tengah-tengah penduduk.  Senjata itu telah membantai ribuan warga sipil – termasuk ribuan anak-anak, wanita dan lansia –dalam waktu singkat.  Gas syaraf yang terhirup orang-orang yang sedang tidur di malam hari itu telah mematikan syaraf yang mengatur pernafasan, sehingga korban seperti tercekik, dan akhirnya menemui ajalnya.

Andaikata para ilmuwan Islam di masa lalu mengetahui bahwa teknologi yang dikembangkannya digunakan untuk tujuan laknat seperti itu, tentu mereka akan menyesal, dan memusnahkan ilmu itu sebelum jatuh ke tangan orang-orang durjana.  Manusia tanpa iptek akan terjajah.  Manusia tanpa Islam akan menjajah.  Hanya manusia yang dipimpin oleh Islam dan menguasai iptek akan membebaskan dunia dari penjajahan.

Para ilmuwan Islam mengembangkan ilmu dan teknologi kimia untuk mengubah peradaban.  Sebelumnya, ilmu kimia dipraktekkan campur aduk dengan mistik oleh para tukang sihir.  Berabad-abad para tukang sihir dari segala penjuru juga mencari “batu bertuah” yang konon berkhasiat dari untuk membuat ramuan yang dapat memperpanjang umur sampai untuk mengubah belerang menjadi emas.  Andaikata para alkimiawan (demikian julukan ahli kimia berbau sihir pada masa itu) berhasil, niscaya dinar emas tidak berharga lagi, karena mudah dibuat dari benda-benda lain.

Namun pada masyarakat Islam, profesi tukang sihir semacam itu lambat laun tersingkir.  Nabi mengatakan, “barangsiapa mendatangi tukang sihir lalu membenarkan kata-katanya, maka tertolak shalatnya 40 hari”.  Muncullah para kimiawan yang bekerja dengan cara-cara rasional dan eksperimental serta dapat dirunut segala langkahnya dalam menciptakan material yang baru. (more…)

BULAN PERUBAHAN – Ramadhan Hari-4: UBAH REFERENSI

Saturday, July 13th, 2013

fahmi-amhar-ubah-referensiSesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu seperti apa referensinya.

Ada objek yang sama, dilihat oleh pancaindera yang sama, bahkan oleh orang yang sama – di waktu yang berbeda. Tetapi kesimpulan yang dihasilkannya bisa sangat berbeda.  Kenapa?  Karena begitu informasi itu sampai ke otaknya, informasi itu akan dinilai oleh suatu referensi.  Maka begitu referensi itu sudah berbeda, sikap terhadap informasi itu menjadi sangat berbeda.

Di dunia bisnis ada acuan standar kesehatan bank, misalnya angka-angka CAR (Capital Asset Ratio) atau LDR (Loan Deposit Ratio).  Ini adalah referensi.  Kalau CAR dan LDR meleset dari batas toleransi, maka Bank itu dapat dipastikan tidak sehat, atau bahkan perlu masuk “ICU”.  Yang repot adalah kalau referensi itu diubah untuk kepentingan tertentu.  Jadilah kasus seperti Bank Century.

Dalam dunia teknik juga ada banyak standar.  Misalnya standar kualitas udara, standar keamanan pesawat, dsb. Semuanya membutuhkan sebuah referensi.  Kalau ingin kualitas udara lebih baik, atau dunia penerbangan lebih aman, tak jarang dunia melakukan konferensi untuk mengubah standar tersebut.  Dan sejak itu, konsensus dari konferensi itu dijadikan referensi baru.  Mengubah referensi berarti mengubah keadaan.

Itu terjadi dahulu maupun sekarang.  Setelah masuk Islam, Umar bin Khattab yang tadinya seorang yang bengis dan ingin membunuh Nabi, tiba-tiba menjadi orang yang mudah meneteskan air mata dan siap mati membela Nabi. Sekarang ini, ada bintang rock yang semula begitu bangga dikagumi di arena konser, tiba-tiba menolak untuk menyanyi lagi di konser yang sama, dengan bayaran berapapun.  Ini karena mereka telah menilai hidupnya dengan referensi yang berbeda.  Kita berbicara tentang sosok seperti Cat Steven (Yusuf Islam) dan Harry Moekti.

Tanpa sebuah referensi, orang selalu akan diombang-ambingkan pendapat orang. (more…)

Satu Negeri Ikut Ujian

Sunday, June 16th, 2013

fahmi-amhar-ikut-ujianDr. Fahmi Amhar

Bagaimana suasana Ujian Nasional (UN) tahun ini di daerah Anda?  Semoga baik-baik saja.  Tetapi diketahui luas bahwa tahun ini, pelaksanaan UN secara nasional sangat buruk.  Soal ujian datang terlambat, tertukar, lembar jawaban terlalu tipis dan sobek bila dihapus, dan di atas itu semua kecurangan masih terjadi, sebagian bahkan sistemik, yakni justru didalangi oleh pejabat setempat.  Oleh panitia pusat sudah diatur bahwa setiap ruang mendapat 20 soal yang berbeda, sehingga semakin sulit untuk mencontek, dan semakin lama bila guru pengawas ikut membuatkan jawaban buat peserta.  Namun realita, kunci jawaban untuk ke-20 soal itu tertayang di internet.  Entah apa motivasi yang mengunggahnya, mungkin dia kesal dengan UN secara keseluruhan.

Ketika tahun 1984 dulu EBTANAS SMA dimulai, idenya memang sekadar untuk pemetaan standar pendidikan.  Nilai EBTANAS Murni (NEM) tidak untuk standar kelulusan, tetapi hanya berpengaruh 33 persen hingga maksimum 60 persen.  Saat itu sangat jarang siswa yang mendapat NEM rata-rata di atas 7.  Ketika EBTANAS berganti nama menjadi UN, dan hasilnya dijadikan standar kelulusan, maka dimulailah kecurangan sistemik itu.  Para kepala sekolah atau kepala dinas pendidikan takut kehilangan jabatannya bila nilai UN siswa di bawah tanggung jawabnya jelek.  Mereka lalu melakukan segala cara.

Sekarang ini, kalau anak kita mendapat angka 8 sebagai nilai rata-rata UN, boleh jadi dia akan sulit mendapatkan sekolah lanjutan, karena yang angkanya 9 banyak sekali.  Tetapi tetaplah bersyukur bila itu didapat dengan jujur.  Prof Dr Indra Djati Sidi (mantan Dirjen Dikdasmen) mengatakan, hasil UN yang jujur hanya 20 persen.

Tak heran bahwa banyak dugaan UN ini bukanlah usaha serius memetakan dan meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air, tetapi lebih pada proyek bernilai trilyunan rupiah yang sayang jika dihapuskan.  Salah satu buktinya, sekolah dengan hasil UN bagus justru dikembangkan menjadi RSBI dan mendapat dukungan finansial lebih besar.  Sementara sekolah di daerah terpencil dengan guru terbatas dan murid yang setiap hari harus berjibaku mempertaruhkan nyawa untuk sampai ke sekolah, hanya mendapat perhatian ala kadarnya. (more…)