Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog
November 29th, 2013

Demo Dokter Di Mata Mufakkiruun Siyasiyuun

demo-dokterPara dokter itu tidak mogok penuh seperti buruh menuntut kenaikan upah. Dokter itu hanya protes beberapa jam saja, demi sebuah pelurusan atas sebuah peradilan sesat. Mereka sangat tahu, tentang susahnya orang sakit. Tuduhan membabibuta bahwa mereka tidak berhati nurani adalah sebuah kezaliman.
Saya hanya suami dokter. Saya berkali-kali malam hari pukul 2 dini hari, harus ikut bangun, ketika ada pasien kritis datang ke rumah. Saya ikut ngantar dengan mobil saya ke rumah sakit yang jauh. Pernahkah Antum mengalami seperti ini?

Pasien itu banyak yang miskin. Saya ikut membayar biaya tanggungan di awal. Dan saya tidak akan berharap pasien itu mengembalikan. Beberapa di antaranya datang sudah amat kritis. Akhirnya meninggal. Akankah kami menagih biaya yang telah kami keluarkan ke ahli warisnya?
Pernahkah Anda mengalami hal ini? Berapa kali?

Serangan baliknya—> Afwan ga perlu emosi prof sy hanya sedih melihat beberapa kecil yg mengklaim pejuang syariah yang tidak ada keberpihakan kepada ummat mayoritas yg didzolimi atas hal yg tidak pernah mereka lakukan gara gara sang pejuang punya ‘interest’ profesi …itu saja… takutlah sama Allah akhi fillah!

Tanggapan balik Pak Fahmi: Itu prasangka Antum saja. Ingat, sebagian besar prasangka itu dosa. Istighfarlah. Tak pantas pejuang syariah memojokkan sebuah profesi. Kita semua ini korban sistem. Pasien maupun dokter semua korban sistem.

Para dokter yang ikut aksi itu juga ketika hp-nya menjerit bahwa ada pasien yang memerlukannya, mereka juga segera lari ke pasiennya. Tidak ada yang bertahan di tempat protes. Tetapi Antum terlalu membesar-besarkan persoalan. Antum terseret oleh opini media sekuler….
Kalau para dokter itu egois-profesi, justru mereka tidak akan mogok & protes. Mungkin mereka malah sibuk di ruang prakteknya, dapat limpahan pasien dari dokter yang tutup.

Yang nggak paham komentar, “Wah baru kali ini sy menyaksikan seorang profesor yg katanya ideologis “mengeluh” gara gara istrinya berprofesi sebagai dokter…maaf prof kayaknya antum harus belajar lagi konsekwensi dari satu profesi mulia tanpa harus mengeluh…ya hemat sy kalo dirasa antum terganggu oleh minta tolongnya pasien dan prof sbagai suami merasa cukup nafkahi istri…silahkan sj sang istri suruh memilih tinggalkan profesi dokter daripada mengeluh …ga bijak prof dan jauh dari akhlak seorang muslim…”

Tanggapan balik Pak Fahmi, ” Anda yang memang kurang empati. kurang peduli. Istri saya itu tidak bekerja penuh waktu di manapun. Dia saya nafkahi cukup. Hidupnya hanya untuk dakwah. Tetapi semua orang di lingkungan saya tahu, bahwa dia seorang dokter yang wajib menolong siapapun. Apakah boleh, saya menolak pasien yang datang ke rumah dini hari, dengan mengatakan, “maaf, istri saya tidak menjalankan profesinya lagi”. Nanti anda bilang istri saya dokter yang menelantarkan pasien.

Untuk Anda ketahui, istri saya bahkan tidak mengambil PNS-nya dulu, juga keluar dari RS swasta tempat dia pernah kerja dulu, untuk full dakwah. Tetapi, dia telah bersumpah untuk menolong siapapun dengan keahlian yang dimilikinya.

cobalah terbang melihat tinggi, melihat persoalan dengan wawasan yang lebih luas. Kalau sekedar menyalahkan atau memvonis itu gampang. Tetapi mendudukkan persoalan, dan menarik ke akar ideologis perosalan, itulah yang dibutuhkan oleh seorang mufakkirun-siyasiyyun.

Tanpa memahami fakta, maka fiqih manapun akan mandul. Dengan fiqih yang mandul, maka dakwah akan mandul. Camkan kata-kata saya. Salam.
****
Korban sistem, opini media sekuler, mufakkiruun-siyasiyuun, fakta, fiqih, dakwah, dan kesabaran tak berbatas…

copas:status Ibu Dokter Nurisma Fira

Tags: ,

.

Leave a Reply