Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

PUISI PENGELANA: Cordoba (2)

Sunday, January 15th, 2012

Air mata itu berderai
hati ini seakan pecah
mengenang Khilafah
yang pernah berdiri megah
di sini
di Cordoba

Berabad yang lewat
di Cordoba sejuta ummat
beramal jama’at
mewujudkan masyarakat
dengan pedoman syari’at

Tapi seribu tahun telah berlalu
semilyar hati ‘kali telah lupa
Andalusia
tanah air kita juga

Betapa pendek umur manusia
Lebih pendek lagi ingatan mereka
Palestina, Kashmir, Chechnya, Bosnia
akan menjadi Cordoba lainnya
Bila cakrawala manusia
Berhenti di pagar rumahnya saja

(Cordoba, 8 September 1995)

di Alcazar, taman Cordoba

PUISI PENGELANA: Cordoba (1)

Sunday, January 15th, 2012

Seribu tahun yang lalu
di sini
di Cordoba
berkumandang adzan
setengah juta muslim
berbodong ke masjid
mendengarkan khutbah Jum’ah
langsung dari sang Khalifah

Cordoba kota yang aman
tempat segala bangsa
segala pemeluk agama
terjamin kemerdekaannya
tercukupi kehidupannya
tempat kemajuan peradaban
menyinari penjuru Eropa

Cordoba kota yang asri
Jalan Medina Azzahara yang suci
Sungai Guadalquivir bebas polusi
Taman Alcazar yang berseni
Agar manusia bersyukur pada Ilahi

Namun kini
Cordoba telah berganti
Tak ada adzan, tak ada sholat Jum’ah lagi
Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd atau Ibnu Firnas di manakah kini
Sang Khalifahpun telah lama pergi
Tanpa pengganti
Dan ke dalam masjidpun kini
Tiket masuk harus dibeli

Allah gilirkan kekuasaan di antara bangsa
Allah hanya serahkan pada yang terunggul
meski dari antara ummat manusia
yang tercela

Kaum muslim akhirnya
harus enyah dari Cordoba
bahkan dari Andalusia
Setelah lebih dari limaratus tahun bertahta
karena mereka terlena
dengan kemewahan dunia
karena mereka lupa
pada amanah yang terselip dalam kekuasaannya
karena mereka alpa
tidak melanjutkan syiar agama
padahal masih berjuta
kedzaliman di penjuru buana

Sebelum kiamat tiba
Islam tak akan lenyap dari dunia
Tapi di keluarga kita
di kampung halaman kita
di negeri kita
Islam bisa sirna

Reconquista
Cordoba adalah saksinya
Palestina telah menyusulnya
Kashmir, Chechnya dan Bosnia
baru saja terjadi di depan mata
Akankah kita tetap saja
berpangku tangan jua?

(Cordoba, 8 September 1995)

 

di depan masjid Cordoba

Bunga dari Negeri Khilafah

Thursday, May 26th, 2011

Dr. Fahmi Amhar

Bunga tulip selalu diasosiasikan dengan Negeri Belanda.  Pada musim semi, sekitar April sampai Mei, di taman Keukenhof Belanda yang seluas 32 hektar, mekar 4 juta kuntum dari 300 jenis tulip.  Luar biasa.  Mungkin inilah secuil taman surga yang digelar Allah di dunia.

Namun tahukah anda bahwa bunga tulip bukanlah asli Belanda?

Suatu riwayat mengatakan bahwa tulip dibawa ke Eropa oleh Oghier Ghislain de Busbecq, duta besar raja Ferdinand I dari Jerman untuk Sultan Sulayman al Qanuni (1520-1566) dari Daulah Utsmani.  Sang duta besar ini amat mengagumi berbagai bunga di Istanbul yang bahkan mekar di tengah musim dingin.

Versi lain mengatakan bahwa bunga ini diperkenalkan ahli botani Universitas Leiden, Carolus Clusius, pada tahun 1573.  Dia mendapat bibit bunga itu dari Austria.  Di Austria, bunga ini diperkenalkan etnis Hungaria.  Dan orang-orang Hungaria ternyata mengenal tulip dari orang-orang Khilafah Utsmaniyah, yang datang membebaskan Hungaria pada awal abad 16!

Ternyata, bunga tulip sebagai tumbuhan liar telah dikenal di Turki pada tahun 1000-an.  Namun adalah Sultan Ahmed III (1718-1730) yang memerintahkan membudidayakan tulip secara massif.  Para pejabat bertugas menilai bagus jeleknya berbagai jenis tulip.  Masa pemerintahan Sultan Ahmaed III ini disebut juga Era Bunga Tulip.

Ilustrasi tulip oleh Abdulcelil Levni (1720)

Era Tulip (dalam bahasa Turki: Lale Devri) adalah periode dalam sejarah Utsmani yang relatif damai, di mana Daulah Utsmani sudah mulai melakukan politik yang lebih berorientasi pada industri dan perdagangan, dan mengurangi tensi terhadap Barat.  Sejak kegagalan expedisi jihad ke Wina Austria pada tahun 1683 Daulah Utsmani telah sejenak melakukan “reses” dari jihad.

Selama periode tulip ini, masyarakat kelas elit telah membentuk minat yang besar untuk tulip.  Tulip identik dengan gaya hidup bangsawan.  Namun tulip juga merupakan romantisme yang mewakili kalangan elit dan kaya, yang pada saat yang sama menunjukkan kerapuhan dari pemerintahan despotik (yakni pemerintahan yang terkonsentrasi di tangan segelintir elit).