Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

LEBARANNYA TGL 30 ATAU 31 Agustus 2011?

Wednesday, August 24th, 2011

Itulah pertanyaan yang menghujani saya selama beberapa hari ini.

Saya jawab singkat ya:

1. Kalau nurut kanjeng Nabi, pakailah rukyatul hilal.  Nabi tidak membatasi rukyatnya harus di sekitar kita saja …

2. Di wilayah Indonesia, tinggi hilal pada 29 Agustus 2011 masih di antara 0 – 1 derajat.  Karena sudah positif, maka Muhammadiyah memutuskan besoknya (30 Agustus) lebaran.  Tetapi karena kurang dari 2 derajat, maka NU akan menolak setiap kesaksian dari orang yang mengaku melihat hilal.  Jadi, kemungkinan BHR/Kemenag akan memutuskan untuk istikmal, sehingga Lebaran tgl 31 Agustus.

3. Di Timur Tengah, sebenarnya hilal juga masih di bawah 2 derajat.  Tetapi di Saudi ada “tradisi”, bahwa selalu akan ada orang yang mengaku melihat hilal bila besoknya sudah 1 Syawal menurut kalender Ummul Qura.  Dalam 20 tahun terakhir ini, kriteria dalam kalender ini sudah diubah 3x, dan selalu ada yang mengkaim melihat hilal.  Secara syar’i sih sudah sah, makanya namanya “rukyat syar’i”, tetapi secara astronomis dipertanyakan.  Lha gimana, belum ijtima’ saja sudah ada yang mengaku melihat hilal … maklum sebelum 1999, kalender Ummul Qura memakai kriteria bila umur bulan saat matahari terbenam sudah 12 jam, maka hari itu (BUKAN BESOK) sudah masuk tanggal …  ini artinya, bila ijtima’ terjadi pukul 6 pagi, maka hari itu juga sudah masuk tanggal (Ref: http://en.wikipedia.org/wiki/Islamic_Calender)

4. Yang hilal sudah di atas 5 derajat pada 29 Agustus 2011 besok adalah di Afrika Selatan atau Amerika Latin, jadi laporan rukyatul hilal dari sana secara astronomis boleh masuk akal.

5. Rukyatul hilal bukan hanya soal Astronomis, tetapi juga soal Baiknya pengamatan (pengamat tidak rabun, tidak ada pengganggu pandangan di arah hilal) dan Cuaca yang mendukung.  Namanya “syarat ABC”.

Insya Allah, kita persamakan persepsi teknis ini, dengan persepsi politis, agar ada kesatuan ummat.  Hanya ummat yang cerdas yang mau melihat perbedaan sebagai ladang amal, bukan sumber permusuhan.