Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

99 Tempat Persinggahan – Mencari Sebuah Masjid

Tuesday, January 3rd, 2012

Bismillah, mulai menulis buku 99 TEMPAT PERSINGGAHAN …
Berisi 99 essay sarat makna, hasil kontemplasi di 99 tempat di seluruh dunia (Pengalaman berada di 33 Negara, di 33 Provinsi Indonesia, dan 33 Kota lainnya)
Ada 99 foto negeri, 99 foto masjid dan 99 puisi – insya Allah!

Jadi teringat puisi Bang Taufik Ismail

MENCARI SEBUAH MASJID

Aku diberitahu tentang sebuah masjid
yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan
fondasinya batu karang dan pualam pilihan
atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan
dan kubahnya tembus pandang, berkilauan
digosok topan kutub utara dan selatan

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan
dihiasi dengan ukiran kaligrafi Quran
dengan warna platina dan keemasan
berbentuk daun-daunan sangat beraturan
serta sarang lebah demikian geometriknya
ranting dan tunas jalin berjalin
bergaris-garis gambar putaran angin

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang masjid yang menara-menaranya
menyentuh lapisan ozon
dan menyeru azan tak habis-habisnya
membuat lingkaran mengikat pinggang dunia
kemudian nadanya yang lepas-lepas
disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas
yang memperindah ratusan juta sajadah
di setiap rumah tempatnya singgah

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang letaknya di mana
bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya
engkau berjalan sampai waktu asar
tak bisa kau capai saf pertama
sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu
bershalatlah di mana saja
di lantai masjid ini, yang luas luar biasa

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya
yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya
dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya
di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian
yang menyimpan cahaya matahari
kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan
ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna
di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta
terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya
tempat orang-orang bersila bersama
dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka
dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian
dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan
dalam simpul persaudaraan yang sejati
dalam hangat sajadah yang itu juga
terbentang di sebuah masjid yang mana

Tumpas aku dalam rindu
Mengembara mencarinya
Di manakah dia gerangan letaknya ?

Pada suatu hari aku mengikuti matahari
ketika di puncak tergelincir dia sempat
lewat seperempat kuadran turun ke barat
dan terdengar merdunya azan di pegunungan
dan aku pun melayangkan pandangan
mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan
ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan
dia berkata :

“Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan”

dia menunjuk ke tanah ladang itu
dan di atas lahan pertanian dia bentangkan
secarik tikar pandan
kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran
airnya bening dan dingin mengalir beraturan
tanpa kata dia berwudhu duluan
aku pun di bawah air itu menampungkan tangan
ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan
hangat air terasa, bukan dingin kiranya
demikianlah air pancuran
bercampur dengan air mataku
yang bercucuran.

Jeddah, 30 Januari 1988

Taufiq Ismail

 

Masjid Hanoi

Mencari Masjid di Tanah Vietcong

Thursday, December 2nd, 2010

Dr. Fahmi Amhar

Apa yang anda bayangkan mendengar kata “Vietnam”?  Perang?  Pengungsi?  Benar, tapi itu masa lalu.  Perang Vietnam pernah menjadi perang yang paling mengerikan di awal tahun 1970-an.  Tentara Amerika yang sombong karena senjata modernnya ternyata menjadi bulan-bulanan kekejaman gerilyawan Vietcong, sampai-sampai saat itu ada plesetan “Fitnah lebih kejam dari Vietnam”.

Tetapi Vietnam kini sudah banyak berubah.  Meski menang secara militer, Vietnam kalah secara ideologi, dan sejak tahun 1991, Vietnam mau tak mau harus mengikuti arus dunia yang meninggalkan komunisme, apalagi setelah negara panutannya, yaitu Uni Soviet, bubar.

Kini Vietnam adalah negeri yang gegap gempita dalam dua sistem: komunis untuk politik, dan kapitalis untuk ekonomi.  Hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi, ditunjukkan dengan lautan sepeda motor di jalan-jalan dan pembangunan gedung-gedung tinggi di sepanjang jalan utama.  Vietnam dengan 86 juta penduduknya telah menjadi alternatif investasi yang menarik di Asia Tenggara, melebihi Indonesia.

Namun bagaimana nasib umat Islam di sana?

Tidak mudah menemukan umat Islam di Vietnam.  Berdasarkan sensus, hanya 20% penduduk Vietnam yang mengaku menganut suatu agama.  Di ibu kota Vietnam Hanoi bahkan hanya 2% yang mengaku beragama.  Jadi umat Islam berebut yang 2% ini dengan agama lain seperti Budha, Katolik, Protestan, Cao Dai atau Hoa Hao – yakni aliran kepercayaan asli Vietnam.  Mungkin ini dampak dari sistem komunis yang masih berkuasa di pemerintahan hingga kini.

Karena itu tak heran, di Hanoi, hanya ada satu masjid bernama “Al-Noor”, tetapi lebih dikenal dengan julukan “Indian-Pagoda”.  Masjid yang terletak di 12 Hang Luoc street, Kim Ma commune, Hoan Kiem district Hanoi dibangun sebelum era komunis, yakni tahun 1890 oleh imigran dari India.

Namun masjid ini terutama dipakai oleh orang asing, terutama dari staf kedutaan besar negeri Islam.  Mungkin staf kedutaan ini merupakan 90% muslim di Hanoi sendiri.  Menurut sensus hanya ada 62-an orang asli Vietnam di Hanoi yang muslim, sebagian besar tinggal di dekat masjid.  Karena itu, di dekat masjid juga berdiri Sekolah Dasar Islam al-Fath, dan imam masjid tersebut, yang keturunan Afghani-Arab, menjadi salah satu gurunya.

Menurut sensus, di seluruh Vietnam, jumlah muslim hanya 63.147 orang, dan sebagian besar ada di Saigon (Ho Chi Minh City).    Jadi Vietnam memang sebuah lahan besar untuk dakwah!  Kata Pak Ben, orang Malaysia yang memiliki satu-satunya restoran halal (“Nisa Restaurant”) di Hanoi, Vietnam juga lahan subur untuk bisnis.  Jadi tentu amat tepat kalau ada pengemban dakwah yang datang ke Vietnam untuk dakwah sekaligus bisnis, seperti dulu para mubaligh Islam datang ke Nusantara juga sekaligus bisnis, dengan dakwah tetap pada porosnya.