Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Ketika Jarak bukan Penghalang Komunikasi

Wednesday, December 16th, 2009

Dr. Fahmi Amhar

Pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid 2, Departemen Komunikasi dan Informatika (kominfo) mendapat bos baru, salah seorang mantan petinggi parpol Islam.  Mungkin bagi sebagian orang, hadirnya seorang “ustadz” di dunia kominfo diharapkan dapat membersihkan dunia media massa dan telekomunikasi – termasuk internet – dari segala hal yang kurang islami, seperti pornografi, tayangan kekerasan, mistik hingga gossip yang menyaru sebagai infotainment.  Sebaliknya, fasilitas-fasilitas itu dimanfaatkan secara maksimal untuk mencerdaskan anak bangsa, meningkatkan ketaqwaan, memberi motivasi, tetapi juga kritis kepada kebijakan publik yang tidak berpijak pada kebenaran dan keadilan.

Dunia kominfo adalah dunia yang amat sangat cepat berkembang.  Nyaris seluruh teknologi yang digunakan dewasa ini, seperti komputer, multimedia, internet, televisi digital, dan telepon seluler baru dipakai luas dalam tiga dekade terakhir.  Kalangan keagamaan sering merasa kerepotan karena banyak sekali aktivitas muamalah via saluran kominfo yang bagi mereka masih abu-abu.  Misal jual beli melalui e-commerce, perjanjian via internet atau selingkuh di dunia maya?

Di sisi lain, memang didapati realita bahwa masih ada jurang komunikasi dan informasi di masyarakat yang menyebabkan orang-orang dengan akses informasi lebih diuntungkan dalam segala aspek kehidupan.  Mereka jadi tahu harga pasaran produk pertanian, jadi tahu kapan harus berganti pola tanam karena bakal ada perubahan musim dan sebaiknya.   Sebaliknya, mereka dengan akses terbatas menjadi serba tertinggal, termarjinalkan, dan termiskinkan.

Timbul pertanyaan, apakah fenomena kominfo ini belum pernah terjadi dalam sejarah Islam?  Daulah Islam di masa lalu mencakup wilayah yang sangat luas, membentang dari tepian Atlantik hingga tepian Pasifik, dari pegunungan Ural sampai gunung Kilimanjaro.  Bagaimana cara-cara mereka dulu berkomunikasi, menyebarkan informasi dan membangun masyarakat yang beradab, kuat dan bermartabat dengan teknologi yang ada saat itu?  Sejauh apa kontribusi ilmuwan muslim bagi kemajuan teknologi komunikasi dan informasi?

Dalam rangka pengumpulan atau koleksi informasi, sejak tahun 650-M, para khalifah bani Umayyah sudah memerintahkan untuk menerjemahkan buku-buku ilmiah dari Mesir dan India.  Usaha ini makin massif sekitar seabad kemudian, ketika pada tahun 763-M, Khalifah Harun al Rasyid dari bani Abbasiyah mendirikan Baitul Hikmah, semacam Akademi Ilmu Pengetahuan, tempat informasi dikumpulkan, disaring, diuji kembali dan ditata rapi sebagai suatu “asset” dalam suatu “organization of knowledge”.

Pada 794-M berdiri pabrik kertas pertama di Baghdad.  Dengan demikian, penyebaran atau diseminasi informasi ke masyarakat dapat dilakukan jauh lebih efisien.  Sebelumnya kertas hanya dibuat secara individual dalam jumlah terbatas.

Dalam hal penyaluran atau transmisi informasi, pada abad pertengahan, komunikasi jarak jauh dilakukan dengan kurir berkuda, burung merpati pos atau dengan sinyal-sinyal api.  Kurir berkuda atau merpati pos memerlukan waktu tempuh 50 km/jam atau 120 km/jam dan setelah beberapa waktu harus dilakukan estafet.  Sinyal api dapat bergerak lebih cepat, namun memerlukan menara-menara yang dibangun di puncak-puncak gunung atau setiap jarak 30 kilometer dengan petugas jaga untuk menerima dan meneruskan sinyal.  Namun karena kapasitas informasinya terbatas, sinyal api memerlukan perjanjian terlebih dulu tentang makna di balik setiap sinyal.

Setiap transmisi informasi ada peluang disadap oleh pihak yang tidak berhak.  Karena itu para ilmuwan muslim juga mendalami teknik untuk merahasiakan pesan, sehingga sekalipun informasi jatuh ke pihak asing, mereka tidak mampu memahaminya.  Sekitar 850-M, al-Kindi menulis makalah tentang mengunci dan membuka pesan terenkripsi.  Inilah dasar cryptography.  Pekerjaan ini dimungkinkan setelah tahun 820-M al-Khawarizmi merumuskan metode memecahkan persamaan linear dalam kitabnya al-Jabar wal Muqabalah.  Lalu pada 825-M beliau menulis cara menggunakan angka India.  Buku ini yang tersisa adalah edisi bahasa Latin yang berjudul Algoritmi de numero Indorum.  Dari sinilah muncul istilah “algoritma” – yang semula adalah kesalahan dari penerjemahnya ketika menyangka nama penulisnya (al-Khawarizmi) adalah bagian dari judul dari buku tersebut.  Kini istilah algoritma adalah istilah paling lazim dalam setiap pemrograman komputer.  Tentang mesin yang dapat diprogram itu sendiri, pada 1206-M, al-Jazari sudah menciptakan mesin orkestra yang dapat diprogram, meski masih digerakkan oleh manusia atau tenaga air.

Teknologi kominfo saat ini juga tak akan lepas dari penggunaan gelombang elektro-magnetik.  Sesungguhnya dasar-dasar elektromagnetik dibuat oleh ibn al-Haytsam (Alhazen) yang pada 1021-M menerbitkan bukunya tentang teori cahaya yang menjadi dasar lebih lanjut para fisikawan mempelajari gelombang elektro-magnetik.

Penggunaan satu kanal cahaya atau gelombang elektro-magnetik sebagai medium komunikasi dalam waktu singkat menunjukkan keterbatasan kapasitasnya.  Untuk itu informasi perlu dipampatkan (dikompres).  Di zaman modern, teknologi CDMA adalah contoh bagaimana kapasitas kanal bisa diperbesar dengan pemampatan terkode (Code Division Multiple Access).  Dasar-dasar teknik pemampatan ini diletakkan pada sekitar tahun 1400-M oleh Ahmad al-Qalqasyandi, yang memberikan daftar kunci dalam kitabnya “Subh al-a’sya” yang mencakup baik substitusi maupun transposisi, dan untuk pertama kalinya suatu kunci dengan substitusi ganda untuk sembarang teks terbuka.  Ini adalah dasar analisis frekuensi yang dipakai untuk kompresi data dalam komunikasi modern.

Dengan demikian, meski ketika negara khilafah tegak, komunikasi radio belum ditemukan, apalagi komputer dan internet, namun para ilmuwan muslim telah membangun dasar-dasar bagi suatu revolusi komunikasi dan informasi di kemudian hari.  Dan meski dalam ukuran sekarang teknologi saat itu masih cukup sederhana, namun negara khilafah telah menggunakannya secara efisien dan efektif untuk mengumpulkan informasi, menyalurkannya ke segala penjuru secara aman, mengelolanya menjadi asset pengetahuan yang rapi, dan menyebarkan ke masyarakat sehingga masyarakat menjadi cerdas.

Bukti tak terbantahkan dari itu semua adalah bahwa saat itu negara khilafah menjadi negara paling luas, paling kuat, paling beradab dan paling bermartabat selama beberapa abad.