Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Archive for August, 2010

Ketika Muslim Cerdas Spasial

Tuesday, August 24th, 2010

Dr. Fahmi Amhar

Lebaran segera tiba.  Separuh penduduk ibu kota akan mudik.  Itu berarti jalanan macet.  Kenapa?  Karena sebagian besar tidak tahu jalan, sehingga mengandalkan jalan yang paling populer.  Macetlah.

Hal yang sama terjadi di jalanan ibu kota setiap hari.  Jalan tol yang semestinya lancar malah paling macet.  Kenapa sebagian orang pakai jalan tol?  Banyak yang karena tidak tahu jalan.

Selama musim haji ternyata sama juga.  Jalanan Makkah – Arafah – Muzdalifah – Mina macet oleh orang-orang yang tidak tahu jalan, termasuk sopir-sopir musiman.

Selain masalah jalan, kaum muslim juga sering kelihatan kurang cerdas dalam soal lokasi.  Tak jarang dua masjid terletak berdampingan, sedang pada saat yang sama ada satu kampung yang sangat jauh dari masjid, atau ukuran masjidnya sangat tidak memadai.  Dalam bertanipun, tidak sedikit kaum muslim yang menanam secara latah.  Ketika harga suatu komoditas pertanian sedang tinggi, mereka ramai-ramai menanamnya, tanpa ilmu tentang apakah tanah itu optimal untuk jenis komoditas yang ditanam.  Kalau ini dilakukan oleh petani kecil yang miskin dan tak pernah sekolah, mungkin kita paham.  Tetapi bila ini dimobilisasi oleh pemerintah, tentu kita bertanya-tanya.

Dan kalau kita tanya para pelajar dan mahasiswa tentang nama-nama negeri muslim, atau bahkan lokasi kota-kota di negeri mereka sendiri, kita kadang-kadang mengelus dada.  Kalau mereka tidak tahu di mana lokasi dan batas-batas kedaulatan mereka, bagaimana mereka akan peduli kalau tanah-tanah mereka telah dijarah penjajah dan sumberdaya alamnya telah dihisap?

Padahal kaum muslim generasi awal adalah kaum yang cerdas spasial, atau cerdas dalam mengenali dan memanfaatkan ruang.  Mereka didorong untuk mengenali ruang tempat hidupnya.  Dan lebih dari itu mereka ditantang mengenali ruang hidup bangsa-bangsa lain karena dorongan dakwah dan jihad.  Allah SWT berfirman: “Sungguh telah berlaku sunnah Allah,  maka berjalanlah kamu di muka bumi dan lihatlah bagaimana akibat (perbuatan) orang-orang mendustakan ayat-ayat-Nya”. (QS. Al-Imran: 137).

Perintah ini telah membuat umat Islam di abad-abad pertama berupaya untuk melakukan ekspedisi. Mereka mulai menjelajah daratan dan mengarungi lautan untuk menyebarkan agama Allah.  Jalur-jalur darat dan laut yang baru dibuka, menghubungkan seluruh wilayah Islam yang berkembang dari Spanyol di barat hingga Asia Tenggara di timur, dari Sungai Wolga di utara hingga lereng gunung Kilimanjaro di pedalaman Afrika.

Ekspedisi di abad-abad itu mendorong para sarjana dan penjelajah Muslim untuk mengembangkan ilmu-ilmu kebuman seperti geodesi dan geografi, atau di era modern disebut geospasial. Umat Islam memang bukan yang pertama menguasai ilmu bumi. Ilmu ini diwarisi dari bangsa Yunani, dari tokoh-tokoh seperti Thales dari Miletus, Herodotus, Eratosthenes, Hipparchus, Aristoteles, Dicaearchus dari Messana, Strabo, dan Ptolemeus.  Salah satu buku karya Ptolomeus yang sudah diterjemahkan ke bahasa Arab, yaitu Almagest, adalah buku favorit yang dipakai sebagai pegangan kajian tafsir di Baghdad, ketika yang dibahas adalah surat al-Ghasiyah.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana dia diciptakan, dan langit, bagaimana ia ditinggikan, dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan, dan bumi bagaimana ia dihamparkan (Qs. 88:17-20)

Kerja keras para sarjana Muslim itu berbuah manis. Al-Biruni mampu menghitung keliling bumi lebih akurat dari yang pernah didapat Eratosthenes. Khalifah Al-Ma’mun memerintahkan para intelektualnya menciptakan peta bumi yang besar. Adalah Musa Al-Khawarizmi bersama 70 ahli lainnya membuat globe pertama pada 830 M.  Dia juga menulis kitab Surah Al-Ardh (Risalah Bumi). Pada abad yang sama, Al-Kindi juga menulis sebuah buku berjudul “Tentang Bumi yang Berpenghuni”.

Pada awal abad ke-10 M, Abu Zayd Al-Balkhi mendirikan universitas khusus survei pemetaan di Baghdad.  Pada abad ke-11 M, Abu Ubaid Al-Bakri dari Spanyol menulis kitab Mu’jam Al-Ista’jam (Eksiklopedi Kebumian) dan Al-Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan). Ini buku pertama tentang toponimi (nama-nama tempat) di Jazirah Arab. Pada abad ke-12, Al-Idrisi membuat peta dunia dan menulis Kitab Nazhah Al-Muslak fi Ikhtira Al-Falak (Tempat Orang yang Rindu Menembus Cakrawala). Kitab ini begitu berpengaruh sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Geographia Nubiensis.

Seabad kemudian, Qutubuddin Asy-Syirazi (1236–1311 M) membuat peta Laut Tengah, dan Yaqut Ar-Rumi (1179-1229 M) menulis enam jilid ensiklopedi bertajuk Mu’jam Al-Buldan (Ensiklopedi Negeri-negeri).

Penjelajah muslim asal Maroko, Ibnu Battuta di abad 14 M memberi sumbangan yang signifikan dalam menemukan rute perjalanan baru setelah berekspedisi selama hampir 30 tahun. Penjelajah Muslim lainnya, yaitu  Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok menemukan banyak rute baru perjalanan laut setelah berekspedisi tujuh kali dari tahun 1405 hingga 1433 M.  Mereka juga mendata sebaran objek tematik yang diamatinya di atas peta.  Muncullah antara lain geo-botani, untuk mencatat distribusi dan klasifikasi tumbuhan,  atau geo-lingua untuk mencatat sebaran bahasa dan dialek.

Karena dorongan syariah, kaum muslim generasi awal telah cerdas spasial, sehingga mereka lalu pantas diberi amanah menguasai negeri Barat dan Timur.  Kapan kita akan secerdas mereka, atau lebih cerdas lagi?

Tanya Jawab Seputar Hizbut Tahrir (1)

Tuesday, August 24th, 2010

(sumber : www.1924.org ; Frequently Asked Question-About Hizb ut-Tahrir)

Apa itu Hizbut Tahrir?
Hizbut Tahrir adalah organisasi politik Islam global yang didirikan pada 1953 di bawah pimpinan pendirinya – seorang ulama, pemikir, politisi ulung, dan hakim Pengadilan Banding di al-Quds (Yerusalem), Taqiuddin an-Nabhani. Hizbut Tahrir beraktivitas di seluruh lapisan masyarakat di Dunia Islam mengajak kaum Muslim untuk melanjutkan kehidupan Islam di bawah naungan Negara Khilafah.

Hizbut Tahrir beraktivitas di seluruh dunia Islam untuk memperkuat komunitas Muslim yang hidup secara islami dalam pikiran dan perbuatannya, dengan terikat pada hukum-hukum Islam dan menciptakan identitas Islam yang kuat. Hizbut Tahrir juga beraktivitas bersama-sama komunitas Muslim di Barat untuk mengingatkan mereka agar menyambut seruan perjuangan mengembalikan Khilafah dan menyatukan kembali umat Islam secara global. Hizbut Tahrir juga berupaya menjelaskan citra Islam yang positif kepada masyarakat Barat dan terlibat dalam dialog dengan para pemikir, pembuat kebijakan dan akademisi Barat.

Mengapa Hizbut Tahrir menyebut dirinya sebagai “partai politik Islam”?

Berbeda dengan tradisi sekular, dalam Islam tidak ada dikotomi antara agama dan politik. Aktivitas yang Hizbut Tahrir lakukan adalah aktivitas politik, karena dengan aktivitas ini Hizbut Tahrir berupaya memelihara kemaslahatan umat sesuai dengan hukum-hukum dan solusi-solusi Islam; Islam memandang politik sebagai aktivitas memelihara kepentingan masyarakat dengan aturan dan solusi Islam.

Apa metodologi Hizbut Tahrir?

Hizbut Tahrir mengadopsi metodologi yang digunakan oleh Nabi Muhammad saw untuk mendirikan Negara Islam pertama di Madinah. Nabi Muhammad saw membatasi aktivitas penegakan Negara Islam pada ranah intelektual dan politik. Beliau saw mendirikan negara Islam tanpa menempuh jalan kekerasan. Beliau saw berjuang memobilisasi opini publik agar mendukung Islam dan berupaya mempengaruhi kelompok elit intelektual dan politik pada masanya. Meskipun mengalami beragam penyiksaan dan pemboikotan, Nabi Muhammad saw dan golongan Muslim perdana tidak pernah mengambil jalan kekerasan.
Kami mengadopsi perjuangan intelektual dan politik ini karena kami yakin ini merupakan jalan yang benar dan efektif untuk menegakkan kembali Khilafah Islam. Karena itu, Hizbut Tahrir secara proaktif menyebarkan pemikiran-pemikiran Islam, baik yang bersifat intelektual maupun politik, secara luas di masyarakat-masyarakat Muslim sembari menantang status quo yang ada.
Hizbut Tahrir menyuarakan Islam sebagai jalan hidup yang komprehensif yang mampu menangani seluruh urusan bermasyarakat dan bernegara. Hizbut Tahrir juga mengemukakan pandangan-pandangannya terhadap peristiwa-peristiwa politik dan menganalisisnya dari perspektif Islam.

Hizbut Tahrir menyebarkan pemikiran-pemikirannya melalui diskusi dengan masyarakat, lingkar studi, ceramah, seminar, pendistribusian leaflet, penerbitan buku dan majalah dan via Internet.

Metodologi Hizbut Tahrir dijelaskan secara rinci dalam buku The Methodology of Hizb ut-Tahrir for Change.

Di mana Hizbut Tahrir beraktivitas?

Hizbut Tahrir beraktivitas di Eropa, Asia Tengah, Timur Tengah, anak benua India, Australasia dan Amerika.

Apakah Hizbut Tahrir menganjurkan kekerasan dan apakah Hizbut Tahrir menjadi kepanjangan tangan para teroris?

Hizbut Tahrir berkeyakinan bahwa perubahan yang dicita-citakan harus dimulai dari pemikiran orang-orang dan kami yakin orang-orang atau masyarakat tidak dapat dipaksa untuk berubah dengan kekerasan dan teror. Konsekuensinya, Hizbut Tahrir tidak menganjurkan atau terlibat dalam kekerasan. Hizbut Tahrir sangat terikat terhadap hukum Islam dalam seluruh aspek perjuangannya. Hizbut Tahrir adalah entitas intelektual dan politik Islam yang berupaya mengubah pemikiran umat melalui diskusi dan debat intelek. Kami memandang bahwa hukum Islam melarang penggunaan kekerasan atau perjuangan bersenjata melawan rezim penguasa sebagai metoda untuk menegakkan kembali Negara Islam.

Banyak sekali artikel yang dipublikasi di beragam saluran media, termasuk di antaranya Reuters, Itar-Tass, Pravda, AFP, Al-Hayat, AP dan RFERL, yang dengan jelas menyatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah organisasi nonkekerasan yang menolak perjuangan bersenjata atau kekerasan sebagai bagian dari metodologi partai.

Apakah Hizbut Tahrir kelompok ekstrimis?

Kelompok-kelompok ekstrimis mengeksploitasi rasa takut umat dan memberikan argumen-argumen mentah berdasarkan pemikiran yang lemah dan salah. Kami tidak bersembunyi di balik polemik dan slogan – kami yakin kekuatan pemikiran-pemikiran kami terlihat jelas dalam literatur kami. Para anggota kami telah berdiskusi dan berdebat dengan beberapa pemikir terbaik di dunia seperti Noam Chomsky, Daniel Bennett dan Flemming Larsen dari IMF, karena kami yakin satu-satunya cara untuk memajukan manusia ialah dengan terlibat dalam diskusi dan debat global. Kami yakin sekarang ini sudah saatnya menghapuskan label kuno ‘ekstrimis’ dan ‘moderat’ dan kami pun yakin bahwa setiap orang yang memiliki pandangan yang berbeda bisa terlibat dalam dialog yang rasional. Jika Anda ingin salah seorang anggota kami berpartisipasi dalam debat atau diskusi panel yang Anda selenggarakan, silahkan kontak kami.

Apakah Hizbut Tahrir memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok lain?

Hizbut Tahrir tidak ada hubungan dengan gerakan, partai atau organisasi Islam atau non-islam, baik dari segi nama maupun aktivitasnya.

Mengapa Hizbut Tahrir dilarang di banyak negara?

Hizbut Tahrir berada pada garis terdepan dalam aktivitas politik di Dunia Islam. Hizbut Tahrir telah menantang dan menjadi perhatian para penguasa tiran di Dunia Islam. Rezim-rezim tiran itu merespon aktivitas Hizbut Tahrir dengan cara memenjarakan, menyiksa dan membunuhi para anggota kami. Meskipun tantangan kami terhadap rezim-rezim ini berada pada tataran intelektual dan politik, yakni dengan melakukan debat dan diskusi, rezim-rezim ini mengambil langkah melarang dan membungkam partai, karena mereka tidak punya pemikiran intelektualnya sendiri. Karena rezim-rezim ini tidak menoleransi setiap oposisi, maka partai-partai yang beroposisi lainnya juga dilarang. Meskipun ada pelarangan dan intimidasi terhadap anggota-anggotanya, pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir terus menyebar di masyarakat.

Siapa yang mendanai Hizbut Tahrir?

Organisasi ini didanai sepenuhnya oleh anggota-anggotanya dan kami tidak menerima segala bentuk bantuan dana dari pemerintahan manapun. Karena perjuangan Hizbut Tahrir terfokus pada penyebaran pemikiran, maka biaya operasinya sangat minim, karena pemikiran tidak perlu biaya.

Siapa dan di mana pemimpin Hizbut Tahrir?

Pemimpin global Hizbut Tahrir, Ata Abu Rushta, berada di dunia Islam. Beliau menulis sejumlah buku politik dan hukum Islam dan sebelumnya pernah menjadi juru bicara resmi partai. Selama menjadi juru bicara partai di Yordania beliau pernah ditahan selama beberapa tahun sebagai tahanan politik. Sejak memangku amanah sebagai pemimpin partai beliau pernah berbicara dalam konferensi di Yaman dan Pakistan. Beliau juga rutin berbicara di website resmi Kantor Media Hizbut Tahrir, www.hizb-ut-tahrir.info. Dengan adanya penganiayaan terhadap para anggota kami di Dunia Islam, kami tidak ingin membantu para penguasa tiran dengan menunjukkan keberadaan pemimpin partai.

Dapatkah saya mengikuti pertemuan Hizbut Tahrir?

Semua pertemuan kami dilakukan secara terbuka dan siapapun yang tertarik, tanpa melihat pandangan politik dan intelektual mereka, berhak untuk berperan serta. Setiap peserta kami berikan hak untuk berpartisipasi dalam mendiskusikan isi pertemuan, apapun sikap dan pandangan mereka terhadap Islam atau apapun materi pertemuan tersebut. Untuk mengetahui rincian pertemuan yang terdekat dengan Anda, silahkan hubungi kami.

Bagaimana caranya bergabung dengan Hizbut Tahrir?

Keanggotaan Hizbut Tahrir bersifat terbuka bagi seluruh Muslim, pria maupun wanita, tanpa memandang suku bangsa, ras dan aliran pemikiran, karena partai melihat mereka semua dari sudut pandang Islam. Seseorang dapat menjadi anggota partai setelah melakukan kajian dan perenungan mendalam tentang pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat partai. Keanggotaan seseorang didasarkan pada kematangan individu dalam menguasai tsaqofah partai dan mengadopsi pemikiran dan pendapat partai.

Apakah wanita terlibat dalam Hizbut Tahrir?

Di Hizbut Tahrir wanita memainkan peran aktif dalam rangka mencapai tujuan partai. Mereka melakukan perjuangan intelektual dan politik termasuk menyeru para penguasa di Dunia Islam untuk bangkit dan berjuang melawan penindasan dan ketidakadilan. Banyak anggota wanita di Hizbut Tahrir yang dipenjara sebagai tahanan politik oleh sejumlah rezim di Dunia Islam. Sesuai dengan hukum Islam, aktivitas wanita terpisah dari aktivitas pria.

Universitas Kelas Dunia

Sunday, August 1st, 2010

Dr. Fahmi Amhar

Diskusi seputar kualitas perguruan tinggi tidak hanya menarik setiap tahun ajaran baru.  Untuk Indonesia yang rasio sarjana ke jumlah penduduk baru 6%, menjadi sarjana masih menjadi cita-cita banyak orang, dan merupakan salah satu cara naik ke jenjang sosial dan ekonomi yang lebih tinggi.

Namun tentu saja cita-cita itu hanya akan terwujud kalau perguruan tinggi yang memberikan gelar sarjana adalah perguruan tinggi yang bermutu.  Karena itu, informasi tentang kualitas perguruan tinggi menjadi sangat penting, walaupun orang tetap seharusnya tahu diri, apakah dia memiliki bakat yang dibutuhkan untuk kuliah di perguruan tinggi favorit itu.  Ini karena perguruan tinggi yang bermutu biasanya juga diserbu peminat, bahkan dari manca negara.  Karena itu, rasio kapasitas dengan peminat serta rasio mahasiswa mancanegara sering dijadikan aspek-aspek yang dinilai dalam pemeringkatan perguruan tinggi, misalnya oleh Academic Ranking of World Universities (ARWU), Times Higher Education (THES), ataupun Webometrics.  Aspek penilaian lainnya adalah jumlah paper internasional yang dihasilkan, penyerapan dan persepsi di dunia kerja dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan seperti jumlah dan kualitas dosen, perpustakaan, laboratorium serta sarana informasi dan akses internet.

Para pemeringkat itu kemudian membuat ranking perguruan tinggi sedunia.  Terang saja, mayoritas 100 atau 500 perguruan tinggi top di dunia berada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang atau Australia.  Sebagian kecil ada di Singapura, China, Korea, India atau Malaysia.

Bagaimana seandainya pemeringkatan ini dilakukan seribu tahun yang lalu?

Maka universitas yang paling top di dunia saat itu tak pelak lagi ada di Gundishapur, Baghdad, Kufah, Isfahan, Cordoba, Alexandria, Cairo, Damaskus dan beberapa kota besar Islam lainnya.  Perguruan tinggi di luar Daulah Islam paling-paling hanya ada di Konstantinopel yang saat itu masih menjadi ibukota Romawi Byzantium, di Kaifeng ibu kota China saat itu atau di Nalanda, India.  Selain itu, termasuk di Eropa Barat, seribu tahun yang lalu belum ada perguruan tinggi.  Di Amerika Serikat apa lagi.  Benua itu baru ditemukan tahun 1492.

Sebenarnya di Yunani tahun 387 SM pernah didirikan Universitas oleh Plato, namun pada awal Milenium-1 universitas ini tinggal sejarah.  Berikutnya adalah Universitas di Konstantinopel yang berdiri tahun 849 M, meniru universitas di Baghdad dan Cordoba.  Universitas tertua di Itali adalah Universitas Bologna berdiri 1088.  Universitas Paris dan Oxford berdiri abad ke-11 hingga 12, dan hingga abad-16 buku-bukunya referensinya masih diimpor dari dunia Islam.

Namun, dari sekian universitas di dunia Islam itu, dua yang tertua dan hingga kini masih ada adalah Universitas al-Karaouiyinne di Fez Maroko dan al-Azhar di Cairo.

Universitas al-Karaouiyinne di Fez – Maroko, menurut Guiness Book of World Record merupakan universitas pertama di dunia secara mutlak yang masih eksis.  Kampus legendaris ini awalnya mengambil lokasi di mesjid Al Karaouiyinne yang dibangun tahun 245 H/ 859 M, di kota Fes – Maroko.  Universitas ini telah mencetak banyak intelektual Barat seperti, Silvester II, yang menjadi Paus di Vatikan tahun 999 – 1003 M, dan memperkenalkan “angka” arab di Eropa.

Universitas ke dua tertua di dunia adalah al-Azhar yang mulai beroperasi sejak tahun 975 M. Fakultas yang ada waktu itu yang paling terkenal adalah hukum islam, Bahasa Arab, Astronomi, Kedokteran, Filsafat Islam, dan Logika.  Universitas al-Azhar didirikan pada 358 H (969 M) oleh penguasa Mesir saat itu, yaitu dinasti Fathimiyah – yang menganut aliran syiah Ismailiyah, sebuah aliran syiah yang oleh kalangan Sunni dianggap sesat karena sangat mengkultuskan Ali dan mencampuradukkan Islam dengan ajaran reinkarnasi.

Ketika tahun 1160 M kekuasaan Fatimiyah digulingkan oleh bani Mameluk yang sunni – sebagai persiapan untuk memukul balik pendudukan tentara Salib di Palestina -, pendidikan al-Azhar yang disubsidi total ini sempat terhenti.  Konon di beberapa jurusan yang sensitif syiah, “pause” ini berjalan hingga 17 tahun!  Mungkin sebuah cara untuk “memotong generasi”.

Ketika pasukan Mongol menyerang Asia Tengah dan menghancurkan kekuatan kaum muslimin di Andalusia, Al Azhar mernjadi satu-satunya pusat pendidikan bagi para ulama dan intelektual muslim yang terusir dari negeri asal mereka. Para pelajar inilah yang kemudian berjasa mengharumkan nama Al Azhar.

Pada masa dinasti Utsmaniyyah, Al Azhar mampu mandiri, lepas dari subsidi negara karena besarnya dana wakaf dari masyarakat.  Wakafnya pun tak main: ada wakaf berupa kebun, jaringan supermarket, armada taksi dan sebagainya.

Kegiatan di Al Azhar sempat terhenti ketika pasukan Prancis di bawah Napoleon Bonaparte mengalahkan Mesir pada tahun 1213 H / 1789 M. Napoleon sendiri menghormati Al Azhar para ulamanya. Bahkan ia membentuk semacam dewan yang terdiri dari sembilan syaikh untuk memerintah Mesir. Namun hal itu tidak menghentikan perang antara kaum muslimin di bawah pimpinan Syaikh Muhamad Al Sadat melawan imperialis Prancis. Melihat situasi waktu itu akhirnya Imam Agung Al Azhar dan para ulama sepakat untuk menutup kegiatan belajar di Al Azhar karena aktivitas jihad fi sabilillah.  Tiga tahun setelah pasukan Prancis keluar dari Mesir, barulah Al Azhar kembali dibuka.

Karena itu, jika kembali ke “world-class-university”, sudah selayaknya kita tidak perlu ikut-ikutan pada standar yang ditetapkan Barat.  Islam tentu memiliki standar sendiri, seperti apa kualitas manusia yang ingin dicetak oleh sebuah universitas.  Mereka tidak cuma harus mumpuni secara intelektual, namun juga memiliki kedalaman iman, kepekaan nurani, kesalehan sosial dan keberanian dalam menegakkan amar ma’ruf – nahi munkar serta siap mati syahid dalam jihad fii sabilillah.

Sekarang di Indonesia, beberapa IAIN telah diubah menjadi islamic university yang ingin meraih kembali taraf world-class-university seperti di masa peradaban Islam.  Di Malaysia bahkan sudah lama berdiri International Islamic University of Malaysia (IIUM).  Namun melihat struktur kurikulum dan budaya keilmuan yang ada saat ini, sepertinya masih perlu upaya keras dari para civitas akademika agar upaya itu memang menghasilkan produk kelas dunia yang khas Islam.  Bahasa filosofinya, ada “ontologi” dan “epistemologi” Islam di sana.  Untuk itu tentu wajib ada dukungan politik Islam yang memadai.

Namun kita tetap optimis.  Karena istilah college yang lazim dipakai di Amerika, ternyata diambil dari istilah Arab “kulliyyat” yang artinya merujuk pada sesuatu yang urgen yang harus dimengerti keseluruhan.