Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Archive for the ‘Sejarah’ Category

Manusia Pertama di Udara

Wednesday, May 29th, 2013

Dr. Fahmi Amhar

Lion Air kembali kehilangan satu pesawatnya ketika tercebur di laut 50 meter sebelum landasan di bandara Ngurah Rai Denpasar.  Padahal ini pesawat terbaru, baru beroperasi sebulan!  Pilotnya juga senior, sudah mengantongi lebih dari 10.000 jam terbang.  Apakah pilotnya kelelahan karena tekanan manajemen?  Sehebat apapun pilot dan pesawat, tetapi kalau dipaksa kejar setoran karena tuntutan pasar yang sangat tinggi – sementara kelangkaan pilot di Indonesia belum teratasi, maka bisa saja berakibat kecelakaan yang fatal.  Tetapi bisa juga ada faktor kesalahan instrumentasi di darat atau gejolak cuaca lokal, misalnya tekanan angin tiba-tiba yang membuat pesawat gagal mencapai landas pacu (istilahnya “undershoot”).

Ilustrasi tentang Ibnu Firnas di Museum

Ilustrasi tentang Ibnu Firnas di Museum

Tetapi bicara dunia penerbangan, orang sering salah menjawab bila ditanya siapa manusia pertama yang mengudara.  Mayoritas menjawab Oliver & Wilber Wright dari Amerika Serikat yang terbang pada tahun 1900.  Padahal mereka hanya menyempurnakan bentuk sayap dan menambahkan mesin pada bangun pesawat yang sudah lama dikenal.  Leonardo da Vinci (1452-1519) dari Italia dan Otto Lilienthal (1848-1896) dari Jerman telah mendahuluinya.

Tetapi ternyata jauh sebelumnya semua sudah didahului oleh seorang Muslim, Abbas ibn Firnas (810-887) dari Andalusia.  Sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam History of the Arabs, “Ibn Firnas was the first man in history to make a scientific attempt at flying.”

Sebagaimana banyak ilmuwan Muslim di zamannya, Ibnu Firnas adalah seorang polymath, yaitu menekuni berbagai ilmu sekaligus: kimia, fisika, kedokteran, astronomi, dan dia juga sastra.  Dia menemukan berbagai teknologi seperti jam air (jam yang dikendalikan oleh aliran air yang stabil), gelas tak berwarna, lensa baca, alat pemotong batu kristal hingga peralatan simulasi cuaca yang konon juga mampu menghasilkan petir buatan, meski masih teka-teki bagaimana Ibnu Firnas menghasilkan listriknya.  Namun di antara semua penemuannya, yang paling spektakuler dan dianggap salah satu tonggak sejarah adalah alat terbang buatannya.

Alat terbang Ibnu Firnas adalah sejenis ornithopter, yakni alat terbang yang menggunakan prinsip kepakan sayap seperti pada burung, kelelawar atau serangga.  Dia mencoba alatnya ini dari pertama-tama dari sebuah menara masjid di Cordoba pada tahun 852 M.  Dia terbang dengan dua sayap.  Ibnu Firnas sempat terjatuh.  Untung dia melengkapi diri dengan baju khusus yang dapat menahan laju jatuhnya.  Baju khusus ini adalah cikal bakal parasut. (more…)

Sepenggal Kisah yang Terlewat oleh Sejarah

Wednesday, May 1st, 2013

History book doesn’t tell ALL about reality in the past, but tell about which reality is ACCEPTED by the ruler, when the history is written down. (Buku sejarah tidak menceritakan SELURUH realitas di masa lalu, tetapi tentang realitas yang DISETUJUI oleh penguasa ketika sejarah itu ditulis). (Fahmi Amhar)

Berikut sepenggal kisah tersebut di ambil dari Mainstream Media Indonesia‘s photo.

Rahmah El Yunusiyyah, Mujahidah tanpa Emansipasi

Foto-Rahmah-El-Yunusiyyah-fahmiamhardotcom
Di antara para pahlawan Nasional, terdapat sederet nama-nama wanita dari berbagai daerah dan beragam cara berjuangnya. Kalau Cut Nyak Dien dan Keumalahayati berjuang dengan mengangkat senjata tanpa mendirikan sekolah, sementara Dewi Sartika berjuang dengan mendirikan sekolah tanpa mengangkat senjata. Tapi selain mereka, lihatlah Rahmah El Yunusiyah, yang berjuang dengan mendirikan sekolah sekaligus mengangkat senjata. Dan ia pertaruhkan seluruh jiwa raganya demi agama.

Jilbabnya yang panjang nan lebar melebihi dada selalu dikenakannya, memperlihatkan didikan dan penanaman agama yang sangat kuat pada dirinya.

“Kalau saya tidak mulai dari sekarang, maka kaum saya akan tetap terbelakang. Saya harus mulai, dan saya yakin akan banyak pengorbanan dituntut dari diri saya”, kata Rahmah El Yunusiyah suatu hari bertekad.
(more…)

Pertanian Bebas “Kutukan”

Wednesday, April 10th, 2013

Dr. Fahmi Amhar

Ada obrolan di warung kopi yang mengatakan bahwa dunia pertanian di Indonesia itu penuh “kutukan”.  Ada kampus pertanian terkenal yang menghasilkan sarjana yang ahli dalam banyak hal, kecuali pertanian. Alumni kampus itu banyak yang menjadi wartawan terkenal, ekonom terkenal, politisi terkenal, bahkan ustadz terkenal, tetapi tidak ada karya pertanian mereka yang fenomenal seperti halnya inovasi pertanian dari Thailand.

Dan dalam beberapa tahun terakhir ini, Kementerian Pertanian ternyata memang belum mampu menjadikan negeri ini berswasembada pangan.  Tahun lalu harga kedelai meroket, sampai tahu-tempe yang merupakan makanan rakyat kecil ikut jadi mahal.  Kemudian harga daging sapi ikut meroket, konon karena permainan kuota impor sapi, yang bahkan lalu menyeret beberapa tokoh sebagai tersangka KPK.  Dan hari-hari ini, harga bawang pun demikian.  Niatan mendorong produksi lokal dengan pembatasan impor ternyata malah menjadi masalah baru, karena akar masalah seperti akurasi data kebutuhan, problem skala produksi dan rantai distribusi (transportasi, gudang, pasar) tidak teratasi.  Yang terjadi malah harga naik karena pasokan berkurang, dan importir yang sudah kolusi dengan otoritas pengatur kuota justru menikmati untung besar karena kenaikan harga.

Antara penguasaan teknologi dan swasembada pangan memang terkait erat.  Andaikata umat Islam memiliki ahli-ahli pertanian yang andal, maka kita akan relatif lebih mudah untuk mewujudkan sistem swasembada pangan, yang akan menjaga kita dari pusaran impor pangan yang penuh dengan “kutukan”.

Sayangnya, saat ini bila kita bicara pertanian Islam, orang cenderung hanya terpikir soal kurma.  Padahal Nabi datang ke dunia tidak untuk mengajarkan ilmu pertanian.  Semua ini masuk dalam teknologi yang menurut Nabi “kalian lebih tahu urusan dunia kalian”.  Hanya saja, masih banyak kaum Muslimin yang belum memahami perbedaan antara “sistem” dan “ilmu”.  Dunia kapitalisme memang telah mencampuradukkan antara sistem yang dipengaruhi pandangan hidup (“hadharah”) dan cara-cara teknis hasil eksperimen ilmiah (“madaniyah”). (more…)