Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Archive for the ‘Syari’ah’ Category

Mengentaskan Kemiskinan dengan Syariat

Wednesday, September 18th, 2013

oleh: Fahmi Amhar

fakir-miskin-fahmi-amhar

ilustrasi gambar dari bhayusenoaji.wordpress.com

Sejak krisis moneter terjadi, angka kemiskinan melonjak tajam. Meningkatnya angka kriminalitas, baik dari pidana langsung (pencurian, penodongan) maupun tak langsung (bisnis VCD porno, narkoba, pelacuran, minuman keras) adalah efek dari kemiskinan tersebut. Jika tidak segera diatasi, kemiskinan akan menyebabkan satu generasi ‘hilang’, akibat malnutrisi, derajat kesehatan yang rendah, pendidikan yang kacau, termasuk kurangnya sentuhan agama.

Berbicara sentuhan agama, apakah kontribusi Islam dalam mengatasi kemiskinan? Apakah Islam juga sama dengan agama-agama lain, yang dituduh Karl Marx hanya sebagai candu kehidupan, karena hanya menyuruh orang untuk berangan-angan akan surga, tanpa mampu menjawab secara kongkrit problem kemiskinan di depan matanya?

Islam dalam teori dan realita empiris di masa khilafah, bukanlah agama candu seperti dituduhkan Karl Marx. Justru Islam pernah menjadi ajaran pembebasan. Islam berisi konsep (fikrah) dan metode implementasi (thariqah). Islam memandang kemiskinan sebagai masalah manusia, bukan hanya masalah ekonomi, apalagi masalah ekonomi mikro si miskin itu. Artinya, seluruh aturan syariat Islam memiliki kaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan secara sistematis.

Hal ini karena kemiskinan bisa disebabkan oleh tiga faktor non teknis. Pertama, faktor individu. Orang bisa miskin karena lemah, baik secara fisik (misalnya cacat fisik), mental (misalnya kurang akal), ilmu (kurang berpendidikan), kepribadian (pemalas) ataupun kapital (tidak punya modal). (more…)

BULAN PERUBAHAN – Ramadhan Hari-8: UBAH INTERNALISASI

Wednesday, July 17th, 2013

fahmi-amhar-internalisasiSesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu cara mereka meng-internalisasi (menghayati) apa yang mereka telah ketahui dan amalkan.

Perbedaan manusia dengan malaikat adalah, manusia itu diberi kebebasan memilih, apa yang ingin dilakukannya. Kalau malaikat semuanya taat, tidak bisa ingkar atau maksiat.  Malaikat tidak diberi pilihan.  Manusia bisa memilih. Pilihan itu sesuai dengan apa yang diketahuinya, dan apa yang setelah itu menurutnya bermanfaat atau menguntungkannya, baik langsung maupun tak langsung, baik dalam jangka pendek atau jangka panjang.

Tanpa internalisasi, banyak amal dilakukan tanpa ruh, hanya seperti robot.  Ada orang sholat sudah puluhan tahun, bahkan juga pergi haji berkali-kali, tetapi tetap belum bisa “menghadirkan” Allah dalam dirinya.  Dia kesulitan merasakan nikmatnya ihsan dan ihlas.  Dia belum pernah bisa merasakan nikmatnya menangis di depan Allah, atau tergetar hatinya ketika mendengar ayat-ayat Allah.  Hanya orang yang rajin melatih meng-internalisasi amalnya itu yang mampu merasakan kelezatan iman.

Ketika dia wudhu, dia merasakan Allah sedang membersihkan noda-noda dosa dari dirinya.  Ketika dia sujud, dia merasa bersimpuh di depan Allah Yang Maha Perkasa yang siap menghukumnya atas kesalahannya.  Bahkan, setiap hari ketika dia merasakan lembutnya sinar matahari pagi, hatinya bisa tergetar, betapa Allah Maha Mengasihinya.  Padahal, Allah sangat mampu menjadikan syarafnya mati, sehingga dia tidak mampu lagi merasakan lembutnya sinar matahari itu. (more…)

Fakta Rukyatul Hilal yang Telah Berbeda

Wednesday, July 17th, 2013

Pertanyaan:

Apakah fakta ru’yatul hilal pada masa Rasulullah saw dengan masa sekarang memang berbeda?  Jika dulu di masa Rasulullah saw seolah-olah hilal begitu mudah dikenali tanpa harus dipaskan dulu dengan ilmu hisab astronomi, dan tanpa dipertanyakan apakah yang dilihat tersebut adalah hilal ataukah cahaya lainnya yang menyerupai hilal? Ini terlepas dari pembahasan peran ulil amri yaitu khalifah yang berwenang memutuskan kapan 1 ramadhan/1 syawal.

Jawaban:

fahmi-amhar-rukyatul-hilalBanyak fakta yang telah berbeda:

1. Dulu orang relatif lebih mengenal langit, karena belum ada jam; mereka tahu jadwal sholat setiap hari dengan menengok ke langit, termasuk untuk mengetahui apakah waktu Isya atau shubuh sudah masuk.

2. Dulu orang relatif lebih mengenal langit, karena belum ada kompas; di padang pasir mereka mencari arah dengan melihat langit, mengetahui dengan pasti konstelasi bintang terkait dengan arah.

3. Dulu banyak orang akrab dengan langit, termasuk tahu persis hilal itu seperti apa dan dilihat ke arah mana, sehingga rukyatul hilal belum menjadi “ilmu rahasia”, yang seolah-olah hanya segelintir orang dengan privilege tertentu yang dapat melakukannya. (more…)