Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Telaah buku Imunisasi, dampak dan konspirasi.

Tuesday, May 8th, 2012

Telaah buku Imunisasi, dampak dan konspirasi.

(sumber: http://www.ykai.net/index.php?option=com_content&view=article&id=380:telaah-buku-imunisasi-dampak-dan-konspirasi&catid=89:artikel&Itemid=121)

Jakarta, 5 April 2009

Telah buku ini merupakan bahan untuk Seminar tentang “Vaksinasi dan Problematika di Bidang Kesehatan. Seminar ini diadakan di Auditorium UIN Jakarta pada tanggal 14 Maret 2009.

Hasil lengkap atas telaah buku Imunisasi, dampak dan konsporasi, dapat dibaca pada uraian berikut:

Bab -1. Mukaddimah

Secara garis besar penulis  menganjurkan pengobatan : ”back to nature”, beliau menganjurkan makanan alami.

Hal 7 .

”Dilema yang sangat tajam dan membahayakan umat muslim belum terungkap ketengah masyarakat sehingga dengan suka rela, terpaksa maupun dipaksa, vaksin meningitis terus dimasukkan kedalam tubuh para jemaah haji”.

Penjelasan

Vaksinasi meningitis yang diberikan kepada calon jemaah haji adalah meningitis meningokokus. Sedangkan bakteri penyebab meningitis meningokus yaitu Neisseria meningitidis tidak ditemukan di Indonesia. Apa akibatnya? Akibatnya semua masyarakat Indonesia belum pernah terinfeksi meningitis meningokokus sehingga tidak mempunyai Kekebalan (antibodi) terhadap bakteri meningokokus. Hal ini sangat berbahaya untuk calon jemaah haji yang akan bertemu dengan jemaah lain dari negara-negara Afrika yang mempunyai bakteri N.meningitidis di tenggorokannya (orang yan mengandung bakteri namun tidak sakit disebut karier. Oleh karena itu, semua jemaah haji yang akan berkumpul di Mekah, Arafah, Mina, dan Madinah di haruskan mendapat suntikan imunisasi meningitis tersebut, agar tidak menderita meningitis.

Perlu dijelaskan bahwa vaksin meningitis meningokok ada 4 serotipe (A-C-Y-W135), jadi harus diamati dahulu apakah vaksin yang akan disuntikkan berisi keempat serotipe yang diperlukan tersebut. Hal lain yang harus diperhatian ialah setelah mendapat suntikan vaksin meningitis kekebalan baru mencapai kadar pencegahan setelah dua minggu. Jadi minimal imunisasi untuk calon jemaah haji harus diberikan dua minggu sebelum berangkat ke Saudi Arabia.

Bab-2 : Seputar masalah vaksin

Hal 12, baris ke 4 : ”Sekarang ini vaksin oral (maksudnya polio) tidak lagi dianjurkan karena terbukti menyebabkan polio pada beberapa penerimanya dan orang-orang yang berkontak akrab dengan mereka yang baru di vaksinasi ”.

Dasar pemikiran ini tidak benar : (akan dilengkapi)

Dengan hanya 5 putaran PIN dan 3 putaran SubPIN (mohon dikoreksi jumlah putarannya) menggunakan vaksin oral polio telah berhasil membebaskan Indonesia dari KLB polio. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi bila pemerintah tidak cepat mengambil kebijakan untuk melaksanakan PIN, berapa jumlah anak yang meninggal ataupun cacat akibat KLB polio tersebut.

VDPV (vaccine derived polio virus) dapat terjadi pada anak yang belum pernah  diimunisasi sehingga tertular dari vaksin yang berada di dalam tinja recipient yang mencemari lingkungan. Oleh karena itu cakupan imunisasi harus tinggi, mendekati 100%. Kejadian VDPV adalah 1 diantara 2 juta dosis vaksin OPV.

Penjelasan

Dengan hanya 5 putaran PIN (mohon dikoreksi jumlah putarannya) menggunakan vaksin oral polio telah berhasil membebaskan Indonesia dari KLB polio. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi bila pemerintah tidak cepat mengambil kebijakan untuk melaksanakan PIN, berapa jumlah anak yang meninggal ataupun cacat akibat KLB polio tersebut. Tercatat kita memiliki kasus polio sebanyak 306. Saat ini kasus terakhir  terlaporkan tanggal 20 Februari 2006 di Aceh Tenggara, jadi sudah 3 tahun kita tidak ada laporan kasus polio lagi. Kita tetap harus menunggu negara tetangga lainnya sampai tidak ada kasus polio lagi.  

Hal : 13

Vaksin gondang mungkin yang dimaksud vaksin gondongan atau mumps.

Hal 12 – 27

Sulit untuk dipahami (mengenai zat yang dikandung dan tata cara                                 pembuatan vaksin) hal ini juga dapat menunjukkan sebenarnya penulis   tidak paham mengenai pembuatan vaksin.

Hal 17

Neomisin ditemukan pada vaksin MMR dan Polio

Penjelasan

vaksin polio tidak mengandung unsur  neomisin

Hal 18

Streptomisin

Penjelasan

tidak ada unsur streptomisin dalam vaksin polio.

Hal 26

pembuatan vaksin berasal dari embryo manusia Ada 3 cell line yang mendominasi pasar : ·         WI:38 : produksi Wistar Institute Philadelpia (dikembangkan Dr L Heyliflik, 1962) berasal dari sel paru embrio perempuan berusia 3 bulan yang mengalami aborsi.

·         MCR-5: produk Medical Research Council (MRC) Inggris 1966, berasal dari sel paru-paru embrio laki2 berusia 14 minggu yang sengaja di aborsi oleh ibunya karena alasan kejiwaan.

·         PER C6 dibuat Dr alex van der Eb dari retina embrio berusia 18 minggu yang sengaja di aborsi oleh ibunya. (sumber : Prof Jurnalis, seminar Farsi , 17 April 2007)

Penjelasan

No human cells are actually present in the vaccine, and no abortions are conducted specifically for the purpose of harvesting cell lines.

Tidak ada sel manusia yang terdapat dalam vaksin, dan tidak ada aborsi yang dilakukan spesifik untuk tujuan mendapatkan kultur sel.

Ethicists at the US National Catholic Bioethics Center have concluded that the association between certain vaccines and abortion was non- complicit, and thus use of these vaccines is not contrary to a religious opposition to abortion.27.

Para ahli Etika di US National Catholic Bioethics Center telah menyimpulkan bahwa hubungan antara vaksin tertentu dan aborsi tidak saling terkait, sehingga penggunaan vaksin tidak bertentangan dengan aliran relijius yang menentang aborsi. Atau dapat diterjemahkan bebas sbb: masalah aborsi tidak terlibat dalam pembuatan vaksin

Sumber : CLINICAL UPDATE :Vaccine components and constituents: responding to consumer  concerns, Barbara E Eldred, Angela J Dean, Treasure M McGuire and Allan L Nash (Volume 184 Number 4 20 February 2006). 

Pro dan kontra sebenarnya Tahun 1962, hal tsb  terjadi 37 tahun yang lalu dimana saat ini dengan berkembang pesatnya kemajuan teknologi pembuatan vaksin yang lebih aman sehingga dengan  teknologi rekombinan, vaksin polisacharida, conjugated dsb.

Program imunisasi dasar Departemen Kesehatan yang telah dimulai sejak tahun 1970-an memakai produksi dalam negeri yaitu P.T. Bio Farma, dan telah diklarifikasi bahwa tidak ada embryo manusia ataupun produk dari manusia yang dipakai untuk pembuatan vaksin.

Hal 27

UUD kesehatan :

antara lain  program imunisasi massal mempunyai sasaran utama yaitu bayi dan anak-anak, kepada orang tuanya dikatakan bahwa mereka harus menerima dosis ganda dari 10 vaksin yang berbeda sejak kelahiran sampai usia lima tahun.

Penjelasan

Vaksin didalam program imunisasi ada 7 penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (yaitu BCG terhadap TBC, Polio, campak DPT (difteri, tetanus dan pertusis, hepatitiS B dab campak). Vaksinnya ada 5 macam, untuk mencegah penyakitnya 7,  bukan 10.

Hal 28

Imunitas kelompok adalah tingkat di mana suatu populasi tertentu bisa bertahan terhadap penyakit. Untuk mencapai tingkat imunitas kelompok yang tinggi, kelompok yang berpihak pada imunisasi  massal berusaha untuk mencapai angka vaksinasi yang setinggi mungkin dengan harapan nyaris setiap orang di dalam kelompok yang terpilih akan terlindungi dari penyakit. Salah satu argumentasi utama mereka yang menentang imunisaisi massal pada anak-anak adalah bahwa lain dalam area vaksinansi wajib memiliki sikap ” satu ukuran untuk semua orang” yang sangat berbahaya.

Penjelasan

Imunitas kelompok : maksud nya adalah ”herd immunity” atau ”community immunity”, bukan kelompok pro dan kontra imunisasi. Vaksin diberikan kepada perorangan untuk melindungi orang tersebut dari penyakit. Pemberian vaksin kepada perorangan ini juga memberikan perlindungan kepada kelompok masyarakat. Bagaimana ini  bisa terjadi?  Imunisai akan menginduksi pembentukan kekebalan dengan tingkat kekebalan pada orang yang bersangkutan   secara langsung. Sebagian orang yang tidak divaksinasi ( yang rentan) bisa ”terlindungi (tidak sakit)” secara tidak langsung karena berada di tengah-tengah kelompok orang orang yang tervaksinasi. Dengan demikian penyebaran bibit penyakit dari orang yang terinfeksi  (penularan) kepada orang yang rentan bisa terputus.

Bukti adanya imunitas kelompok adalah terbasminya virus cacar dari muka bumi, padahal pemerintah setiap negara sebetulnya tidak mampu mengimunisasi 100% penduduknya Semakin rendah tingkat kemampuan pemerintah mengimunisasi penduduknya, akan semakin rendah kemungkinan terbentuknya imunitas kelompok.Imunitas kelompok juga dipengaruhi oleh sifat penyakit, makin menular suatu penyakit semakin tinggi daya penularannya maka cakupan imunisasinya harus tinggi. 

Sumber :  (Fine E.M.Paul, Plotkin, Orenstein, Community Immunity, Vaccines, fourth edition,    Chapter 56, p 1443-1461  

Hal 29

“Vaksin seharusnya memicu sistem imun tubuh untuk menyerang komponen-komponen vaksin. Tetapi bagaimanan jika sistem imun menyerang lebih banyak dari seharusnya, yaitu menyerang bagian2 tubuh yang susunan kimiawi serupa dengan vaksin? Jenis reaksi ini disebut autoimun, yang berarti tubuh menyerang diri sendiri. Reaksi ini bisa terjadi pada vaksin campak, tetanus dan flu”.

Penjelasan

Semakin banyak tulisan yang menghubungkan kenaikan kejadian autoimun dengan kenaikan cakupan imunisasi. Perimbangan Th1 dan Th2 dicoba sebagai alat untuk menjelaskan hubungan ini. Namun sampai  kini belum jelas model mana yang pasti dan mempunyai evidence based yang tinggi yang cukup dipakai sebagai alasan menghentikan imunisasi dan memberikan metode lain untuk mencegah wabah penyakit menular . Menggugah respons imun yang berlebihan akan menyebabkan beberapa bagian dari komponen imunologik menyerang bagian dari tubuh sendiri . Meskipun paradigma ini sudah dikenal namun belum ada pengamatan jangka panjang yang membuktikannya. Pada imunisasi akan merangsang sel Th1 sedangkan reaksi autoimun melibatkan sel Th2.

Sumber : Miskonsepsi dan Kontroversi dalam vaksinasi. Hartono Gunadi, Ismoediyanto. Pedoman Imunisasi di Indonesia/edisi ketiga/2008

Hal 30

Salah satu contohnya adalah vaksin polio oral (ditelan), yang sejak 1 Januari 2000 tidak lagi dianjurkan untuk digunakan karena vaksin tersebut bertanggung jawab untuk sekitar sepuluh kasus polio yang dilaporkan per tahun ketika vaksin tersebut diberikan.

Penjelasan

Sampai saat ini vaksin polio oral tetap diberikan  kita sedang berjuang untuk  bebas polio, Indonesia saat terjadi KLB (Kejadian Luar biasa) adanya kasus polio di Kab Lebak tahun 2005 dan terus menjalar ke P sumatra sampai ke Aceh tenggara dan menyebar ke P Jawa (kecuali DIY) sanpai ke Madura denagn pelaksanaan PIN ( Pekan Imuniasai Nasional dimana seluruh anak balita diberi polio, maka penyebaran polio dapat dihentikan, dan kasus terakhir tanggal 20 Fabruari 2006 di Aceh tenggara sehingga saat ini polio sudah 3 tahun tidak ditemukan di Indonesia, namun kita masih menunggu negara lain yang masih memiliki kasus polio.

Sampai saat ini hanya tinggal 3 negara yang masih mempunyai virus polio liar yang bersirkulasi di masyarakat yaitu India, Afganistan, dan Nigeria.

Iklan Vaksin dosis ganda ? (yang dimaksud disini adalah vaksin kombinasi). Penjelasan tidak dapat dipahami  tetapi secara garis besar  bisa dijelaskan sbb:

Penjelasan

Mengenai penggabungan beberapa jenis antigen, dimaksudkan selain penyederhanaan jadwal juga adanya kinetik respons dimana antigen yang diberikan akan timbul respons imun yang lebih tinggi sehingga memberikan perlindungan jangka panjang, anak mendapat suntikan lebih sedikit, mengurangi jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan. Departemen Kesehatan yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan penggunaan vaksin kombinasi yang telah dikemas dari pabrik, untuk anak Indonesia. Tentunya vaksin yang telah mendapat persetujuan dari pemerintah negara masing2, di Indonesia melalui izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI

Sumber : Sri Rezeki S Hadinegoro . Vaksin Kombinasi (vaksin Kombo) :  Pedoman Imunisasi di Indonesia/edisi ketiga/2008   

Kebijakan Departemen Kesehatan mendukung penyederhanaan dari vaksin DPT/Hb kombinasi.

Sumber : SE Menkes no 697/MENKES/ VI/2004.Pedoman penyelenggaraan Imunisasi KEPMENKES RI Nomor: 1611/MENKES/SK/XI/2005.  

Hal 41

Air raksa dalam vaksin. Terlalu panjang untuk di kutip (hal 41-46)

Penjelasan

Timerosal/thiomerosal merupakan preservasi (pengawet) vaksin yang mengandung etilmercuri. Timerosal dipakai dalam vaksin untuk mencegah kontaminasi bakteri dan jamur pada vial multidosis. Imunisasi berulang dengan vaksin yang mengandung thiomerosal. Secara teoritis dapat meningkatkan mercuri didalam darah. Namun penelitian menunjukkan bahwa peningkatan mercuri itu masih dalam rentang normal yang diacu oleh US Departemen of Health and human cervices. Sejauh ini tidak ada bukti ilmiah bahwa timerosal dalam vaksin mengakibatkan gangguan perkembangan anak. Penelitian di Denmark yang membandingkan insidens autism dalam periode waktu pemberian vaksin berthimerosal dengan insidens autism dalam periode waktu pemberianvaksin bebas thimerosal. Ternyata setelah tahun 1992, yaitu saat pemberian vaksin bebas thimerosal insidens autisme meningkat tajam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa vaksin dengan thimerosal tidak berkorelasi dengan insidens autisme. Penelitian di Inggris yang melibatkan lebih dari 13.000 anak yang mendapat vaksin mengandung thimerosal menunjukkan bahwa tidak ada bukti tentang paparan thimerosal pada umur dini menimbulkna efek buruk pada perkembangan saraf maupun psikologis.

Hal 46

Hubungan vaksin dengan autisme 

Penjelasan

Penelitian terbaru semakin membuktikan bahwa tak ada kaitan sama sekali antara vaksin MMR dengan autis.

Riset untuk membuktikan kaitan vaksin MMR dan autis telah dilakukan bertahun­-tahun. Hasilnya nihil alias tidak terbukti. Namun masyarakat tetap takut. Hal itu karena salah satu penelitian di Inggris tahun 1998 yang menyebut hubungan vaksin itu dengan sekelompok anak autis yang juga memiliki masalah pencernaan serius. Studi itu melaporkan bahwa virus campak yang dilemahkan ikut berperan.

Sampai akhirnya, peneliti menguji kembali temuan itu. Sampelnya adalah pencernaan anak yang lebih belia untuk memburu virus tersebut menggunakan teknologi genetik yang paling modern. Hasilnya, seperti dilaporkan tim periset internasional, sekali lagi tak ditemukan bukti vaksin MMR berperan memicu autis Temuan teranyar itu juga didukung tim peneliti yang menelurkan isu autis dan MMR sepuluh tahun lalu.

“Kenyataannya, vaksin MMR aman. Kami yakin sepenuhnya tak ada hubungan antara MMR dan autis kata Dr. W lan Lipkin, dari Columbia University College of Physicians and Surgeons, seperti dilansir jurnal PLoS One. 

Dr. Larry Pickering dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menambahkan;’ Tak ada keraguan bahwa vaksin itu sangat aman: Tak ada data resmi berapa banyak penderita autis yang juga mengalami gangguan pencernaan. Tapi Lipkin memperkirakan sampai seperempatnya. Ketakutan yang tidak beralasan  terhadap MMR berangkat dari alasan bahwa vaksin tersebut melemahkan virus campak yang justru akan membuat radang di pencernaan. Akibatnya, produk sisa penncernaan pindah hingga mencapai sistem saraf pusat.

Untuk membuktikan alasan tersebut salah, tim peneliti telah mengobservasi 25 anak yang menderita autis sekaligus mengalami gangguan pencernaan serta 13 anak dengan masalah pencernaan namun tidak ada gangguan neurologi. Semua anak itu menjalani kolonoskopi, diambil contoh jaringannya, kemudian diuji untuk mengetahui jejak genetik virus campak. Sebagai tambahan, semua anak tersebut telah divaksinasi. Hasil pengujian ternyata tak menemukan jejak material genetik virus campak pada anak autis maupun normal. Hasil itu tentu berseberangan dengan riset tahun 1998 yang memicu ketakukan terhadap vaksin MMR. Dengan demikian, ujar tim peneliti, ketakukan terhadap vaksin MMR pun menjadi tidak beralasan. Pro kontra terhadap vaksin itu juga harus diakhiri.

Dengan demikian baik WHO (Badan Kesehatan Dunia), Depkes RI, IDAI, tetap menganjurkan pemberian vaksinasi MMR, mengingat ketiga penyakit yang dicegah oleh vaksin tersebut dapt menyebabkan kematian atau kecacatan. 

Sumber :  (Healt  to day , October 2008) 

Hal 51

“Sebenarnya orang yang berisiko mendapatkan hepatitis B adalah pengguna obat terlarang yang disuntikan, pria homoseksual, pelacur, dan orang-orang lain yang mempunyai banyak pasangan seksual, maka perntanyaannya yang harus diajukan orang tua kepada dokter adalah : mengapa bayi tetap dianjurkan untuk di vaksinasi hepatitis ?”

Penjelasan

Hasil-hasil penelitian Indonesia termasuk daerah risiko tinggi untuk hepatitis B, maka pemberian imunisasi pada bayi lahir adalah untuk memutuskan mata rantai penularan dari ibu pengidap hepatitis B kepada bayinya, karena kalau bayi terkena maka 90% akan menjadi kronis yang akhirnya setelah 20-40 tahun kemudian menjadi kanker hati.

Hepatitis B dapat menularkan bukan saja dari contoh-contoh negatif dalam halaman 51 tersebut, tetapi merupakan resiko bagi orang yang bekerja sebagai tenaga kesehatan, melalui donor darah, bahkan seorang bayi dapat mewarisi hepatitis B dari Ibu yang melahirkannya. Makanya sangat penting untuk segera melindungi bayi baru lahir tersebut.

Sumber : (Jacyna & Thomas . Pathogenesis and treatment of chronic infection. Dalam: Zuckerman A., Thomas H.C., Penyunting. Viral Hepatitis , Scientific basic and clinical management, Churchil Livingstone, 1993. h.185-205) 

Hal 53

”Imunisasi yang disuntikkan ke tubuh manusia adalah penyakit yang diambil dari cairan darah orang yang terkena berbagai penyakit misalnya : Hepatitis B, herpes, HIV/AIDS dan lain-lain yang melakukan sex bebas, minum alkohol, narkotika dan atau perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum Allah lainnya. Lalu dibiakkan di media-media seperti: ginjal kera, ginjal anjing, sel-sel embrio marmut, serum anak sapi, telur ayam, dan lain-lain, dan menggunakan jaringan janin manusia yang digugurkan, ditambah dengan merkuri atau air raksa, logam sebagai zat pengawetnya. Vaksin-vaksin yang dihasilkan juga antara lain, vaksin polio, MMR, Rabies, cacar air, meningitis dll.”

Penjelasan

Pernyataan tersebut sama sekali salah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hanya bernada memojokkan imunisasi dengan memberikan pernyataan yang salah, bernada provokasi.

Teknologi dan Ilmu pengetahuan sudah sangat berkembang dengan baik. Sesuai dengan amanah yang diberikan oleh Allah kepada manusia dimana manusia dianugrahi akal untuk berpikir. Sehingga isolasi dan pengembangan virus untuk vaksin sangat mudah dilakukan, tidak harus dari (yang tertulis pada halaman 53) cairan darah orang yang terkena berbagai penyakit Proses pembuatan vaksin sangat rumit tentunya melalui tahapan yang penapisan yang sangat ketat dan tidak mengandung penyakit menular lainnya, seperti kita ketahui bahwa untuk donor darah PMI pun harus dilakukan penapisan terhadap penyakit hepatitis B dan C, HIV AID,  penyakit kelamin dll. Melalui suatu quality control yang sangat ketat karena akan dipakai jutaan dosis. 

Bab-3 :  Imunisasi kebijakan yang dipaksakan

Hal 62

beberapa kasus akibat vaksinasi di indonesia.Ada 10 kasus yang dipaparkan a.l. – kasus no 5. keyakinan mata anak menjadi silindris setelah mendapat imunisasi.- kasus no 9 setelah imunisasi cacar air masal anak terkena cacar air.

Penjelasan

– Silindris pada mata seperti telah diketahui akibat genetik atau dapat juga akibat rangsangan fisik berulang terhadap bola mata akibat tekanan oleh kelopak mata dan lain-lain..

– Vaksin cacar air (varicela)  belum masuk  kedalam program imunisasi. Hal 67 Beberapa kasus pasca imunisasi meningitis  sebagai persyaratan haji. Ada 3 kasus yang dilaporkan.

Penjelasan

Saudi Arabia termasuk daerah risiko tinggi untuk meningitis, sehingga sesuai dengan surat dari kerajaan Saudi Arabia bahwa setiap jemaah haji, tenaga kerja dan  umroh harus mendapat imunisasi meningitis untuk mendapatkan visa .

Sumber ; Surat edaran Direktur jenderal Protokol dan konsuler, Departemen Luar Negeri. Nota D iplomatik dari Ke Dubes Saudi Arabia Jakarta no: 588/PK/VI/06/61

Hal 68 Beberapa kasus vaksinasi di mancanegara Menceritakan bahwa di Nigeria , vaksin pemberian Amerika yang membuat anak menjadi steril atau tidak akan mempunya keturunan.  ”WHO telah mengirimkan sebuah tim ke dearah tersebut untuk mengevaluasi penularan polio yang dilaporkan. Tentu dengan rasa puas akan keberhasilan penyebaran penyakit”

Penjelasan

Pernyataan itu hanya sekedar isu negatif yang tidak ada buktinya.Adanya isu menjadi mandul maka imunisasi polio Nigeria dihentikan sementara , kemudian terjadi KLB polio di Nigeria yang kemudian menyebar ke Saudi Arabia dan Yaman, dan dibawa oleh TKW Indonesia sebagai karier ke Desa Girijaya Sukabumi sehingga timbul KLB polio di indonesia .  Nigeria telah mengirim kan tim ke Indonesia  (20 orang, 10 dari para ahli dan 10 alim ulama) untuk mempelajari pembuatan vaksin polio di Bio Farma, juga bertemu dengan Badan POM. Kemudian berkunjung ke Produsen vaksin Bio Farma Bandung . Kesimpulan akhir setelah kujungan ke Indonesia, Nigeria bersedia melajutkan program imunisasi dasar dengan sumber vaksin dari Bio Farma.

(Penelaah mendampingi tamu Nigeria tersebut saat berkunnung ke Indonesia)

Hal 72

”Cacar, Desember 2002, Menteri Kesehatan dan Pelayanan masyarakat Amerika menyatakan untuk memberikan suntikan vaksin cacar dan merekomendasikan kepada anggota kabinet lainnya untuk tidak meminta pelaksanaan vaksin itu”.

Penjelasan

Imunisasi cacar (variola) didunia telah dihentikan pada tahun 1980, sebagai salah satu tonggak keberhasilan vaksin cacar (kasus terakhir di Indonesia dilaporkan dari Tangerang tahun 1972), tanggal 25  April 1974 Indonesia dinyatakan bebas cacar,  tiga tahun dari kasus terakhir di Somalia  ditemukan. dunia dinyatakan  bebas cacar tahun 1978 dan vaksinasi cacar dihentikan 3 tahun kemudian yaitu tahun 1981.

Ada ketakutan yang kurang beralasan dari Amerika terhadap negara lain yang akan mempergunakan vaksin cacar sebagai senjata biologis (bio terrorisme). Hal ini menyebabkan pemerintah Amerika menganjurkan pejabat parlemen Amerika untuk diimunisasi.

Sumber : Keberhasilan pemberantasan penyakit cacar di Indonesia . 2001

Bab-4  : Vaksin meningitis dan krisis kesehatan yang terjadi pada penulis

Menceritakan pengalaman setelah imunisasi meningitis.

Hal 112

”WHO adalah kendaraan penjajah yang ingin menjajah manusia di Bidang kesehatan. Dengan iklannya yang terus menerus menyatakan ”tanpa imunisasi maka manusia menjadi tidak sehat” jadi imunisasi sebenarnya adalah ujung tombak WHO untuk merusak generasi berdasarkan bisnis dan penjajahan”. WHO merupakan organisasi kesehatan dunia terdiri dari berbagai negara. Bukan hanya negara barat, tenaga kerja WHO berasal dari berbagai negara, termasuk negara berkembang dan negara Islam.

Beberapa orang terpilih dari Indonesia juga bekerja di WHO untuk menggalakkan program kesehatan dunia, juga warga negara Afrika atau Asia telah memberikan kontribusi kepada kesehatan dunia. WHO bukan hanya bergerak di bidang imunisasi, tapi juga untuk program kesehatan ibu hamil, program peningkatan gizi, ASI exclusive, penyediaan air minum, pengendalian polusi, pemberantasan penyakit menular dengan peningkatan higienitas, dll. Jadi WHO lebih banyak membantu negara miskin daripada negara kaya, untuk kesehatan umat manusia di dunia. WHO bukan lahan untuk berbisnis, namun lebih banyak pada segi kemanusiaan.

Bab -5 : Vaksinasi,  trial and  error dan bisnis kapitalisme.

Hal 117

”Experimen WHO di lapangan , terbukti mengakibatkan banyak kematian dan cacat pada bayi dan anak2 maupun dewasa yang berdampak pada perkembangan manusia selanjutnya”.

Penjelasan

Studi vaksin sangat cermat dan berhati-hati untuk melindungi resipien saat diberi vaksin. Selain kebaikan vaksin yang akan diterima, keselamatan resipien menjadi tujuan utama pemberian vaksin. Maka sebelum vaksin diberikan kepada manusia, vaksin telah mengalami ujipreklinik dengan percobaan binatang. Apabila percobaan pada binatang aman, maka kemudian dilanjutkan dengan uji klinik phase1 – 2 dan 3 (GCP/Good Clinical Practices) , setelah terbukti mengenai safety dan immunogenicity (keamanan dan kemampuan menimbulkan kekebalan) barulah akan mendapat izin edar dari Badan POM. Kemudian vaksin telah dipakai jutaan dosis oleh program dilakukan juga PMS (Post Marketing Surveilans) atau sama dengan phase 4. Ini adalah untuk keamanan vaksin dilapangan dan secara terus menerus akan dikaji melalui sistem monitoring PMS.

Sumber : buku biru. BPOM. : Cara Uji Klinik  yang Baik (CUKB) . BPOM 2001..

Program imunisasi diIndonesia memakai produksi dalam negeri yaitu Bio Farma, dan kita patut bersyukur bahwa BF telah mengekspor vaksin ke lebih dari 100 negara di dunia termasuk negara-negara Islam. 

Sumber : Company Profile P.T. Bio Farma.

Hal 117

konspirasi vaksinasi dan Namru-2 = senjata biologis.

Penjelasan

Tidak dilakukan evaluasi bukan porsi Sub Dit Imunisasi.

Garis besar:

NAMRU-2 tidak pernah berhubungan dengan pembuatan vaksin maupun pemberian vaksin di Indonesia. NAMRU-2,  penelitian dalam bidang penyakit infeksi.

Bab-6 :  hukum islam dalam penggunaan obat2an.

Hal 64

Apakah Hijamah itu?Dst secara garis besar adalah pengobatan alternatif

Bab-7 :  Beberapa jenis obat yang disebut dalam Al Quran dan As sunah.

Back to nature : (dengan kurma, tajin, gandum, jinten, sayuran dll obat herbal) Obat alami (herbal) boleh saja tetap dipergunakan namun perlu diingat bahwa obat alami bersifat umum yaitu meningkatkan daya tahan, bukan mengobati penyakit secara satu per satu. Satu macam cara pengobatan dapat mengobati segala macam penyakit, tentu tidak benar . Juga sangat sulit mengukur keberhasilan pengobatannya. 

Kesan :

Penulis Hj Umu Salamh SH, mempopulerkan pengobatan alternatif dan kembali ke pengobatan alami, syah2 saja, namun penjelasan tentang manfaat imunisasi patut kita luruskan. (beliau memasarkan obat-obat  alami) Hj. Ummu Salamah, dkk sudah menulis surat resmi kepada IDAI tetapi sudah 2 kali dibatalkan (untuk temu muka dan berdiskusi).

Mencoba Melawan Flu Burung

Saturday, May 26th, 2007

Dr. Fahmi Amhar
Peneliti Utama Bakosurtanal

Suara Islam no 16 minggu I-II Maret 2007

Benarkah flu burung sudah menjadi bencana besar di Indonesia?  Apakah ini bukan cuma konspirasi untuk membesarkan sesuatu yang remeh guna mengalihkan perhatian masyarakat pada hal-hal yang lebih serius?  Persoalannya, Indonesia sudah dibelit begitu banyak masalah serius: banjir, lumpur panas, utang, korupsi, demam berdarah, pornografi, kecelakaan kapal dan pesawat, dsb. 

Namun fakta, tahun 2005, Indonesia meraih posisi kedua setelah Vietnam. Ketika tahun 2006 Vietnam dinyatakan nol flu burung, Indonesia langsung meraih juara satu!

Kasus flu burung yang terjadi di Indonesia saat ini berstatus stadium tiga. Virus yang dikenal saat ini masih menular dari unggas ke manusia, belum manusia ke manusia. Namun, tidak mustahil kasus itu meningkat menjadi pandemi, saat virus tersebut menular dari manusia ke manusia. Kalau sudah begitu, maka penyakit ini akan berdampak sosial ekonomi yang amat serius.

Pada tahun 1918 pernah terjadi pandemi flu yang menyebabkan sepertiga penduduk dunia (saat itu sekitar 500 juta orang) sakit dan 50 juta di antaranya meninggal. Badan Kesehatan Dunia (WHO) sudah berhitung jika kini flu burung menjadi pandemi, namun masalah yang menyibukkan kita di Indonesia memang masih terlalu banyak.

Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A yang menyebar antarunggas. Virus ini kemudian diketahui mampu menyebar ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing, dan manusia. Virus tipe A memiliki subtipe yang dicirikan dari adanya Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada sembilan varian H dan 14 varian N. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki masa inkubasi tiga sampai lima hari.  Ciri-ciri orang terkena flu burung adalah demam tinggi dan sesak nafas, serta diketahui dia sempat berada di wilayah yang diketahui ada unggas mati mendadak.

Untuk antisipasi flu burung, ada sejumlah perusahaan multinasional yang terkait unggas, yang menyiapkan monitor suhu (dengan kamera inframerah) di kantor. Jika ada karyawan yang suhunya tinggi maka akan langsung dilarikan ke rumah sakit sebagai ”suspect avian flu”.

Pencegahan utama memang penerapan biosecurity, di tempat yang berhubungan dengan unggas.  Semua pekerja harus menggunakan sarung tangan, masker, dan sepatu boot. Sedangkan di luar yang berhubungan unggas adalah dengan pola hidup sehat dan higienis.  Namun di Indonesia hal ini tidak mudah, karena unggas sering dipelihara dalam jumlah kecil sebagai hobby atau pekerjaan sambilan di tengah-tengah pemukiman.

Idealnya memang Dinas Kesehatan atau Dinas Peternakan memiliki suatu sistem informasi geografis yang menunjukkan lokasi-lokasi unggas.  Dengan demikian, setiap kematian unggas mendadak yang mengindikasiikan flu burung dapat segera dilokalisir.  Pemerintah setempat dapat segera memotong jalur-jalur kontak secara terarah, atau bahkan mengkarantina penduduk setempat, namun tak perlu sampai membuat generalisasi seperti larangan memelihara atau bahkan pemusnahan massal untuk suatu daerah administrasi yang cukup besar seperti Kabupaten atau Provinsi.

Vaksinasi

Sejauh ini flu burung belum ada obatnya, namun sudah ditemukan vaksinnya.  Vaksin ini dikembangkan di Amerika Serikat dan Inggris dari virus yang diisolasi pada manusia di Hongkong tahun 2003.  Pada Agustus 2006, WHO telah mengeluarkan prototype strains H5N1 untuk diproduksi.  Perusahaan Aventis Pasteur (sekarang Sanofi Pasteur) di Pennsylvania dan Chiron Corporation di California (keduanya di AS) mendapatkan kontraknya.  Upaya baru yang sedang berjalan adalah menciptakan vaksin universal melawan influenza yang tidak perlu tiap tahun direkaulang untuk menghadapi mutan virus yang baru.  Perusahaan Inggris Acambis menyatakan telah sukses mencoba vaksin itu pada binatang, namun uji coba pada manusia masih memerlukan waktu.

Di lapangan, upaya vaksinasi tidak selalu berjalan mulus.  Ada sinyalemen bernuansa politis bahwa virus flu burung itu sengaja disebar oleh negara kafir penjajah untuk membuat ketergantungan pada vaksin buatan mereka yang dipatenkan.  Sinyalemen ini mirip seperti isu bahwa tsunami Sumatra 2004 dipicu oleh bom nuklir AS.

Dan secara umum, vaksinasi manusia yang diprogram secara massal seperti vaksinasi polio (misal melalui Pekan Imunisasi Nasional – PIN) pernah dicurigasi diisi dengan zat yang melemahkan kaum muslimin.  Karena itu ada kalangan yang menolak imunisasi yang disponsori WHO ini karena kekhawatiran yang berlatarbelakang politis. 

Kekhawatiran ini mirip yang terjadi pada gerakan anti-vaccinationist di Eropa abad-19 yang menolak vaksinasi dengan alasan keagamaan.  Namun secara objektif-medis, kekhawatiran ini tidak beralasan.  Meskipun Amerika Serikat melakukan politik penjajahan yang keji di negeri-negeri muslim, namun vaksin yang diberikan dalam program PIN itu juga vaksin yang dipakai di AS atau negara-negara maju lainnya.  Semua ilmuwan (terutama ahli biokimia atau farmasi) dapat menguji apakah di dalam vaksin tersebut ada zat-zat berbahaya atau tidak.  Bahwa di sejumlah negara program vaksinasi tidak lagi dilakukan secara massal, itu karena kasus penyakit tersebut di sana sudah sangat jarang akibat membaiknya mutu gizi, sanitasi dan lingkungan.  Namun di sejumlah negara bagian di AS, vaksinasi lengkap masih merupakan syarat seorang anak masuk Sekolah Dasar.  Dan di militer, semua prajurit wajib diimunisasi sebelum dikirim ke medan perang.
Karena itu, asal menolak vaksinasi – termasuk untuk menangkal flu burung – dengan alasan politis-ideologis semata, dan tidak didasarkan pada kebenaran objektif, justru bukan tindakan syar’i yang tepat, tetapi adalah tindakan gegabah yang tidak bertanggungjawab.

 

Dalam Daulah Islam, negara harus menjadikan masalah kesehatan sebagai salah satu fokus maqashidus syari’ah, yaitu perlindungan jiwa.  Negara harus mengembangkan sistem kesehatan yang komprehensif.  Dalam sistem ini, upaya preventif (pencegahan) jauh lebih utama dan juga lebih murah dari upaya kuratif (pengobatan).  Vaksinasi atau imunisasi adalah salah satu upaya preventif.  Dalam hal apapun.  Bahkan juga dalam hal aqidah / ideologi.