Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Bunga dari Negeri Khilafah

Thursday, May 26th, 2011

Dr. Fahmi Amhar

Bunga tulip selalu diasosiasikan dengan Negeri Belanda.  Pada musim semi, sekitar April sampai Mei, di taman Keukenhof Belanda yang seluas 32 hektar, mekar 4 juta kuntum dari 300 jenis tulip.  Luar biasa.  Mungkin inilah secuil taman surga yang digelar Allah di dunia.

Namun tahukah anda bahwa bunga tulip bukanlah asli Belanda?

Suatu riwayat mengatakan bahwa tulip dibawa ke Eropa oleh Oghier Ghislain de Busbecq, duta besar raja Ferdinand I dari Jerman untuk Sultan Sulayman al Qanuni (1520-1566) dari Daulah Utsmani.  Sang duta besar ini amat mengagumi berbagai bunga di Istanbul yang bahkan mekar di tengah musim dingin.

Versi lain mengatakan bahwa bunga ini diperkenalkan ahli botani Universitas Leiden, Carolus Clusius, pada tahun 1573.  Dia mendapat bibit bunga itu dari Austria.  Di Austria, bunga ini diperkenalkan etnis Hungaria.  Dan orang-orang Hungaria ternyata mengenal tulip dari orang-orang Khilafah Utsmaniyah, yang datang membebaskan Hungaria pada awal abad 16!

Ternyata, bunga tulip sebagai tumbuhan liar telah dikenal di Turki pada tahun 1000-an.  Namun adalah Sultan Ahmed III (1718-1730) yang memerintahkan membudidayakan tulip secara massif.  Para pejabat bertugas menilai bagus jeleknya berbagai jenis tulip.  Masa pemerintahan Sultan Ahmaed III ini disebut juga Era Bunga Tulip.

Ilustrasi tulip oleh Abdulcelil Levni (1720)

Era Tulip (dalam bahasa Turki: Lale Devri) adalah periode dalam sejarah Utsmani yang relatif damai, di mana Daulah Utsmani sudah mulai melakukan politik yang lebih berorientasi pada industri dan perdagangan, dan mengurangi tensi terhadap Barat.  Sejak kegagalan expedisi jihad ke Wina Austria pada tahun 1683 Daulah Utsmani telah sejenak melakukan “reses” dari jihad.

Selama periode tulip ini, masyarakat kelas elit telah membentuk minat yang besar untuk tulip.  Tulip identik dengan gaya hidup bangsawan.  Namun tulip juga merupakan romantisme yang mewakili kalangan elit dan kaya, yang pada saat yang sama menunjukkan kerapuhan dari pemerintahan despotik (yakni pemerintahan yang terkonsentrasi di tangan segelintir elit).