Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog
December 11th, 2008

KISAH MARTABAK SPECIAL

Di sebuah komplek perumahan PNS tinggallah empat orang anak, sebut saja namanya Lalas Simalas, Eep Episien, Ran Aturan, dan Aam Amtenar.

Suatu hari, Ibu-ibu mereka sepakat untuk makan martabak.  Karena itu setiap ibu menyuruh anaknya beli martabak dan membekali mereka masing-masing dengan uang Rp. 50.000,-.

Lalas dari awal sebenarnya tidak begitu selera dengan martabak.  Dia lebih suka KFC atau McDi.  Tapi karena didesak-desak ibunya, ketika sudah cukup malam akhirnya dia keluar juga, namun sayangnya semua penjual martabak sudah kehabisan.  Akhirnya dia pulang dan mengembalikan uang Rp. 45.000.  Dia hanya pakai Rp. 5000 untuk sekali naik ojeg pp.

Eep sudah tahu martabak special yang sangat enak di warung dekat pasar.  Harganya Rp. 25.000.  Ongkos ojeg ke sana pulang pergi Rp. 5000,-  Eep memutuskan naik sepeda, beli martabak special, kemudian menyerahkan martabak special itu ke ibunya beserta uang kembalian Rp. 25.000,-

 

Ran Aturan tahu martabak special harganya cuma Rp. 25.000.  Tapi daripada uangnya sisa banyak, dia gunakan sekalian untuk beli bakso dan es campur kesukaannya di warung sebelah martabak, sambil nunggu martabaknya jadi.  Dia hanya minta agar bonnya disatukan dengan martabaknya.  Pulang ke ibunya, dia serahkan martabak special dan uang kembalian Rp. 5000,-  Katanya harga martabaknya Rp. 40.000.  Kemudian di dapur dia berbagi bakso + es campurnya dengan adiknya.

Aam sebenarnya juga sudah tahu warung martabak special itu.  Namun dia perlu pergi beberapa kali.  Yang pertama katanya buat survei untuk membandingkan berbagai jenis martabak yang ada di pasar.  Pulang laporan dulu.  Lalu pergi lagi untuk memastikan spesifikasi dan harganya.  Pulang laporan lagi.  Baru ketiga kalinya dia pergi untuk membeli martabak itu.  Kali ini ia minta ditemani adiknya.  Dia bagian beli, adiknya bagian yang membawa.  Masing-masing sewa ojeg sendiri.  Total dia perlu sewa ojeg empat kali pp.  Ketika dia pulang ke ibunya, dia hanya menyerahkan martabak biasa yang Rp. 10.000-an.  Tidak ada uang kembalian karena tiap kali naik ojeg katanya habis Rp. 10.000

Keempat anak itu tidak tahu, kalau ibu-ibu mereka sering ketemu dalam arisan.  Jadi ibu-ibu itu tahu berapa harga martabak special atau tarif ojeg yang riel.  Apa komentar ibu-ibu mereka?

Ibunya Lalas (bernada kesal): Anakku ini jika sudah punya prinsip, susah.  Bakatnya jadi demonstran.

Ibunya Eep: Anakku gak bakat jadi birokrat, jadi PNS-pun sepertinya susah.  Ntah mau jadi apa dia ?

Ibunya Ran: Anakku berbakat jadi birokrat.  Dapat meraih target dan masih untung lagi.

Ibunya Aam: Oh Anakku lebih berbakat jadi birokrat.  Daya serap anggarannya 100%!

Tiga puluh tahun kemudian:

Menteri Keuangan mengeluhkan daya serap APBN Kabupaten Anu yang bupatinya adalah Lalas.  Sudah November, ada proyek infrastruktur di sana yang belum juga dimulai.  Konon karena kemauan bupati yang aktivis suatu parpol ini berseberangan dengan DPRD yang didominasi parpol lain.

 

Eep jadi pengusaha sukses.  Dia sempat menjadi salah satu pembayar pajak terbesar.  Meskipun krisis ekonomi melanda, perusahaan Eep tetap bertahan karena efisien.  Ketika ada Pilkada, Eep diminta maju oleh banyak orang sebagai calon independen, dan terpilih.  Akhirnya Eep dikenal orang sebagai Bupati yang gigih melakukan reformasi birokrasi.  Pemerintahannya bergaya enterpreneur, pelayanannya prima dan index pembangunan manusia di daerahnya meningkat pesat.

Ran juga menjadi bupati di suatu daerah, tetapi sepertinya index pembangunan manusia selama pemerintahannya masih seperti tiga puluh tahun yang lalu.  Yang berubah cuma rumah Ran yang kini tampak megah, mobilnya yang mewah dan dan anak-anaknya yang bisa kuliah di Luar Negeri.

Aam jadi bupati juga, setelah sebelumnya lama jadi birokrat.  Tetapi kemudian ia berurusan dengan KPK, karena selama jadi birokrat biasa memarkup anggaran, seakan-akan seisi dunia tutup mata.

Tags: , ,

.

Leave a Reply