Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog
April 12th, 2010

Penghasilan PNS Super Maxima

Dr. Fahmi Amhar

Prof. Dr. Mahfud M. D., Ketua Mahkamah Konstitusi memiliki ide yang brilyan: para pejabat atau pegawai negeri sipil (PNS) di pos-pos tertentu – terutama yang menyangkut hukum atau keuangan, agar melaporkan kekayaannya, lalu kalau ternyata melebihi batas tertentu, diberi waktu dua bulan untuk menjelaskan dari mana sumber kekayaannya itu.  Kalau tidak bisa, maka berarti kekayaannya hasil korupsi, sehingga pantas dihukum seberat-beratnya, kalau perlu hukuman mati.

Masalahnya sekarang, berapa penghasilan super maxima dari PNS yang paling top markotop itu?

Penghasilan PNS yang legal memang bukan cuma dari gaji, namun juga dari berbagai tunjangan dan dari penghasilan lain yang sah.  Menurut Permenkeu no 01/PM.02/2009 tentang Standard Biaya Umum Tahun Anggaran 2010, ada beberapa penghasilan yang masuk akal, dan mungkin terjadi pada PNS yang memang memiliki kompetensi dan kapasitas tinggi.  Berikut ini adalah simulasi penghasilan PNS yang “super maxima”

Katakanlah ini seorang PNS golongan IV/d, dengan jabatan fungsional peneliti utama, yang juga karena kompetensi, kerajinan dan loyalitasnya kepada pimpinan, mendapat tugas penelitian (riset insentif), juga sering ke daerah untuk memberi pelatihan teknis atau menjadi narasumber di berbagai lokakarya atau seminar di satker lain, juga sering dikirim ke Luar Negeri untuk menjadi delegasi Indonesia pada berbagai event ilmiah internasional. Berapa kira-kira penghasilan maksimumnya dalam setahun?

(1)   Gaji pokok golongan IV/d masa kerja golongan 20 tahun = Rp. 1.738.800, ditambah tunjangan 1 istri (10%) dan 2  anak (@ 2%) = Rp. 23.775.840/tahun (Perpres 1/2006 ttg Penyesuaian Gaji Pokok PNS)

(2)   Sebagai peneliti utama, dia berhak mendapat tunjangan peneliti senilai Rp. 1.400.000 / per bulan atau Rp. 16.800.000/tahun.

(3)   Untuk tugas riset insentif,  dia mendapat tambahan maksimum Rp. 50.000/jam x 20 jam / minggu.  Dan karena setahun ada cuti dua minggu, maka dihitung 50 minggu, dan berarti Rp. 50 juta.  Setelah dipotong PPh (pasal 21) 15% maka tinggal Rp. 42,5 juta.

(4)   Tugas ke daerah 40 kali dalam setahun, dan setiap kali biasanya dihitung 3 hari.  Dan karena di lokasi sering dijamu penuh oleh tuan rumah, maka uang lumpsum dia sebesar Rp. 300.000/hari utuh, maka ini berarti tambahan penghasilan 300.000 x 3 x 40 = Rp. 36 juta.  Lumpsum ini bebas pajak!

(5)   Honor narasumber sendiri, dihitung 2 x 3 Orang-Jam, dan karena pakar honornya Rp. 1.150.000,-/OJ, jadi kalau setahun 40 kali jadi narasumber, maka kira-kira menghasilkan Rp. 276 juta, dan setelah dipotong PPh (Pasal 21) menjadi Rp. 234,6 juta.

(6)   Tugas ke Luar Negeri 10 kali dalam setahun, dan setiap kali biasanya dihitung 5 hari.  Karena di lokasi sering dijamu KBRI, maka lumpsum dia sebesar rata-rata US$ 300/hari hanya terpakai untuk sewa hotel, dan karena pandai memilih hotel murah via internet, savingnya rata-rata US$ 250/hari. Dengan kurs Rp. 9000/US$  maka saving setahun jadi Rp. 112,5 juta.  Dan ini bebas pajak!

Dari poin 1 sampai 6 saja, sudah didapatkan penghasilan dari APBN total sekitar Rp. 466.175.840,-  Semua penghasilan ini wajar dan legal, mematuhi semua aturan.  Untuk perjalanan misalnya, semuanya at cost, tidak perlu markup tiket atau memalsu bill hotel.

(7)   Kalau dia ada di institusi yang sudah remunerasi, dan asumsikan dia ada di pertengahan dengan tambahan tunjangan Rp. 25 juta / bulan, dan ini otomatis mencakup tunjangan peneliti dia, maka tambahannya adalah (25 – 1,4) x 12 = Rp. 283,2 juta, atau setelah dipotong pajak Rp. 240.720.000.

Dengan remunerasi ini, PNS super maxima ini dapat penghasilan dari APBN setahun Rp. 706.895.840,-

Dan ini belum semua.  Karena intelektualnya, dia dicari oleh berbagai PTS untuk mengajar.

(8)   Pada malam hari atau hari Sabtu/Minggu masih memberi kuliah S2 di Perguruan Tinggsi Swasta 2 kali seminggu, setiap kali 3 jam, dan setiap jam diberi honor Rp. 200.000,-, jadi = Rp. 1,2 juta  / minggu, selama 16 kali/semester atau setahun Rp. 38,4 juta, dipotong Pph (Pasal 21) menjadi Rp. 32.640.000,-

(9)   Sebagai dosen, dapat tambahan lagi karena membimbing tesis dan menguji.  Asumsikan mahasiswa yang dibimbing dan diuji adalah 20 orang tiap semester, untuk setiap bimbingan/pengujian dapat honor Rp 2 juta, maka setahun menjadi Rp. 80 juta, setelah potong pajak menjadi Rp. 68 juta

Kesimpulannya, penghasilannya hanya Rp. 807.535.840,-, setahun, tidak sampai Rp 1 Milyar !

Kalaulah untuk kebutuhan hidup dan sekolah anak-anak, yang kebetulan cerdas-cerdas (sehingga selalu di sekolah negeri yang baik dan dekat, tidak perlu kost atau ongkos), perlu Rp. 5 juta/bulan (60 juta/tahun), maka savingnya adalah sekitar Rp. 750 juta/tahun.

Jadi kalau ternyata kekayaannya setelah 10 tahun bekerja (dengan mengabaikan inflasi), lebih dari 7,5 Milyar, maka itu sudah sangat aneh.  Ini hanya mungkin kalau ada penjelasan lain. Misalnya:

–       Istri/suaminya juga bekerja sebagai eksekutif suatu BUMN atau perusahaan multinasional top, dengan salary Rp. 300 juta/bulan = Rp. 3,6 M / tahun (setelah PPh menjadi Rp. 3,06 M)

–       Menjadi super motivator / entertainer, dan setiap tampil dibayar US$ 10.000, 50 minggu setahun, ini = Rp 4,5 M/tahun (setelah PPh Rp. 3,825 M).

–       Memiliki buku bestseller, melebihi Laskar Pelangi, dicetak 1 juta exemplar setahun, dan mendapat royalti 10% dari harga toko yang Rp. 50.000,-, jadi tambahan penghasilan Rp. 5 M/tahun (setelah PPh menjadi Rp. 4.25 M)

–       Memiliki investasi bisnis yang sudah mapan (tak perlu ditungguin), misal toko beras on-line beromzet 3000 ton / bulan, dengan nett profit setelah pajak sekitar Rp. 300 juta/bulan atau = Rp. 3,60 M / tahun.  Kalau bisnis ini tumbuh 15% per tahun, maka di tahun ke-10 nett profitnya sudah 14.5 M per tahun.

–       Memiliki temuan teknologi yang dipatenkan atau software computer yang laris, terjual di seluruh dunia 1 juta copy dengan nett profit per copynya Rp. 1 juta, maka ini sudah Rp. 1 Triliun sendiri.

Jadi mudah sekali meminta dibuktikan, apakah kekayaan yang super maxima itu halal atau tidak.  Tinggal mau tidak kita menerapkan asas pembuktian terbalik? Khalifah Umar bin Khattab r.a. sudah menerapkan asas pembuktian terbalik kepada para pejabatnya 1400 tahun yang lalu!

Tags: ,

.

Leave a Reply