Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog
July 26th, 2013

BULAN PERUBAHAN – Ramadhan Hari-17: UBAH KOMPETISI

fahmi-amhar-ubah-kompetisiSesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu arena kompetisi yang mereka ikuti.

Semua orang yang sekarang dikenal sebagai tokoh, pasti pernah melalui sebuah kompetisi.  Ilmuwan terkenal biasanya juara di campus, doktor termuda, atau memenangkan suatu research-award dalam persaingan proposal yang ketat.   Artis terkenal biasanya juara kompetisi semacam Indonesian-Idol atau setidaknya lolos audisi yang ketat untuk memerankan tokoh utama.  Politisi terkenal biasanya terpilih dalam suatu kompetisi di internal partai atau bahkan pemilu.  Pendek kata, tidak ada perubahan nasib, kecuali melalui sebuah kompetisi.

Persoalannya, kompetisi seperti apa yang ingin kita lalui ?

Dalam hidup ini, setidaknya ada 2 kompetisi:

Pertama: kompetisi internal, yakni berhadapan dengan diri sendiri.  Ini sebenarnya adalah kompetisi yang paling berat.  Kita diminta mengalahkan diri kita sendiri.  Bisa berarti mengalahkan ego kita, hawa nafsu kita; atau mengalahkan rekord / capaian kita sendiri.  Puasa adalah salah satu cara untuk mengalahkan ego kita.  Tetapi dalam puasa pun kita bisa mengalahkan rekord kita sendiri.  Kalau tahun lalu, selama bulan puasa kita hanya bisa khatam 1 kali, bagaimana kalau kali ini kita khatam 2 kali, atau khatam 1 kali tetapi ditambah khatam membaca tafsirnya?  Kalau tahun lalu kita bisa shadaqah buat buka puasa satu orang sehari, bagaimana kalau tahun ini dua orang per hari ?  Kompetisi internal inilah yang membuat dunia terus maju.  Ketika ada seorang juara dunia lari yang tidak terkalahkan, maka selanjutnya dia hanya memecahkan recordnya sendiri! 

Kedua: kompetisi external, yakni berhadapan dengan orang lain.  Di sinilah kita pandai-pandai memilih arena.  Rasulullah pun memilih arena.  Secara praktis, di awal Nabi mengajak umat Islam berkompetisi melawan Kafir Quraisy.  Tetapi secara visioner, dari awal Nabi mengajak umat Islam berkompetisi melawan Romawi dan Persia, dua negara adikuasa saat itu.  Bahkan, Nabi mengatakan, yang akan mengalahkan Romawi dan masuk Konstantinopel hanyalah Panglima terbaik yang memimpin pasukan terbaik.  Karena medan kompetisi yang menjadi target sangat prestisius, maka persiapannya pun tidak main-main.

Karena itulah, tidak pada tempatnya kita mencari arena kompetisi yang pasti lebih rendah dari kita.  Dalam dunia sepak bola, kalau PSSI ingin naik kelas, maka dia harus mencari lawan yang lebih kuat.  Maka diundanglah kesebelasan Liverpool atau Chelsea, agar para pemain banyak belajar dan berlatih keras.  Coba yang diundang kesebelasan dari negara abal-abal, yang di sana bahkan lapangan bola saja tidak ada … 🙂

Namun demikian, kadang-kadang dalam kehidupan nyata, kompetisi itu bisa dimanipulasi.  Mereka yang memegang kendali kompetisi, bisa membuat aturan main yang cenderung memenangkan pihak tertentu.  Contoh yang terjadi adalah kompetisi di pasar bebas semisal AFTA atau WTO.  Ini ibarat pertandingan sepakbola yang tidak seimbang, karena besar gawangnya beda, lapangannya miring, dan salah satu kesebelasan tidak pakai sepatu.  Pada kompetisi yang tidak fair seperti ini, sebaiknya kita tidak ikutan.  Kompetisi di dunia perjudian juga begitu, di mana yang pasti menang adalah bandarnya.  Dan di dunia politik kita juga menjumpai hal yang sama.  Zaman orde baru dulu, pemilu boleh dilakukan secara luber, tetapi yang menang pasti Golkar.  Dan secara ideologis, di sistem demokrasi bahkan harus ada pemilu yang jurdil, tetapi yang menang harus partai pro demokrasi, tidak boleh partai yang pro Islam.  Kalau suatu partai Islam menang, dan keberpihakan ke demokrasinya diragukan, dapat dipastikan partai Islam pemenang kompetisi itu akan dikudeta.  Inilah kalau kompetisi dimanipulasi.

Kita bikin saja kompetisi sendiri dengan aturan main yang baru.  Tetapi tentu kita tidak boleh berbuat hal yang sama: memanipulasi aturan untuk condong kepada kita.  Kompetisi tetap diperlukan agar kita naik kelas menjadi yang terbaik.  Aturan yang paling fair dalam kompetisi di dunia ini adalah aturan Allah.  Karena Allah hanya regulator, tidak ikut menjadi player.

Mestinya Ramadhan adalah bulan untuk mengubah arena kompetisi hidup kita. Mudah-mudahan, pada hari ke-17 bulan Ramadhan, kita sudah mengubah kompetisi kita, agar Allah mengubah nasib kita.

Tags: , , ,

.

Leave a Reply