Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog
July 31st, 2013

BULAN PERUBAHAN – Ramadhan Hari-22: UBAH TRADISI

fahmi-amhar-ubah-tradisiSesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu tradisi yang mereka jalani.

Suatu aktivitas yang dijalankan rutin dalam periode tertentu, lama-lama akan membentuk kebiasaan (habbit).  Habbit ini bila kemudian diikuti orang banyak, akan membentuk sebuah tradisi.  Mereka yang telah memiliki tradisi seperti itu, akan membentuk alam bawah sadar bagi orang-orang baru, agar juga mengikuti habbit tersebut.

Yang menjadi persoalan adalah apakah tradisi itu sesuatu yang positif atau negatif?  Sesuatu yang ada dasar rasional atau ilmiahnya, atau tidak?

Banyak tradisi di sekitar kita yang tidak jelas manfaatnya.  Kita sebut saja, tradisi memakai jas di acara resmi.  Kalau itu dilakukan di negeri yang beriklim sejuk, mungkin positif.  Tetapi di negeri tropis seperti Indonesia, memakai jas sebenarnya tidak masuk akal.  Karena kegerahan, akhirnya acara resmi seperti itu harus dilakukan di ruangan berpendingin udara.  Tidak ramah lingkungan.  Sebuah tradisi yang salah akan diikuti oleh keputusan yang salah.

Kenapa bisa demikian, karena kita mengikuti tradisi para penjajah Belanda.  Sebelum zaman kolonial, pakaian adat nenek moyang kita relatif lebih sesuai dengan kondisi lingkungan.  Ini suatu bentuk kearifan lokal.  Meskipun ada juga kearifan lokal yang boleh jadi juga tidak rasional.  Meski demikian, tradisi yang tidak rasional itu tidak selalu negatif.  Ada juga yang dampaknya positif.  Tradisi berbau mistik di kalangan suku Badui Dalam di Banten misalnya, telah melestarikan hutan di sana, sekalipun alasannya tidak rasional.

Kita memang harus bertransformasi dari tradisi-tradisi lama yang irrasional dan negatif ke tradisi-tradisi baru yang rasional dan positif.  Tradisi irrasional sekalipun positif, suatu saat pasti akan tergerus oleh zaman.  Kita tidak bisa melawan arus modernitas, semakin hari semakin banyak orang yang semakin kritis pada semua hal.

Ada memang beberapa jenis tradisi yang harus diubah.

Ada tradisi yang hanya ada di lingkup keluarga kita.  Akankah kita akan mentradisikan memperingati ulang tahun?  Atau kita akan memilih momen-momen lain yang bisa dimaknai sama?  Kalau ulang tahun diperingati, bentuk peringatan seperti apa yang akan ditradisikan?  Apakah seperti orang lain merayakannya?

Ada tradisi yang hanya ada di lingkungan tetangga kita.  Akankah kita mentradisikan untuk kerja bakti sebulan sekali di lingkup RW?  Atau ibu-ibu kumpul-kumpul PKK?  Atau kita memilih even yang lain untuk meningkatkan rasa kebersamaan di antara tetangga?

Ada tradisi di lingkungan kerja kita.  Akankah kita meneruskan tradisi apel tiap Senin pagi?  Atau pembagian THR menjelang lebaran?  Kalau ya, apa bentuknya harus sama seperti selama ini?  Atau bisa dibuat lebih inspiratif, lebih kreatif, dan juga lebih ekonomis?

Dan banyak tradisi di negara kita.   Acara-acara seremonial yang mahal padahal miskin makna.  Penanggulangan Bencana yang mestinya cepat tetapi masih harus menunggu penugasan perjalanan dinas yang birokratis.  Pembuatan undang-undang yang harus pakai jalan-jalan studi banding ke luar negeri.  Bahkan sebagian tradisi ini sudah diformalkan menjadi regulasi (peraturan).  Apakah tradisi-tradisi semacam ini akan kita teruskan?  Atau perlu kita ubah agar lebih bermanfaat, sasarannya lebih tepat, juga anggarannya bisa dihemat?

Mestinya Ramadhan adalah bulan untuk mengubah banyak tradisi dalam hidup kita. Mudah-mudahan, jelang hari ke-22 bulan Ramadhan, kita sudah memperbaiki tradisi kita, agar Allah mengubah nasib kita.

Tags: , , ,

.

One Response to “BULAN PERUBAHAN – Ramadhan Hari-22: UBAH TRADISI”

  1. betuul juga yaa, tradisi itu dari habits kebanyakan orang

    membangun tradisi berdasarkan referensi yang tepat sehingga betul-betul melakukannya dengan obsesi yang tinggi

Leave a Reply