Beyond the Scientific Way

Fahmi Amhar Official Blog

Belajar Menyelamatkan Dunia, meski sendirian !!!

Monday, October 15th, 2012

Pada Oktober 1962, dunia di ambang kehancuran, karena memanasnya hubungan AS dan Soviet berpotensi besar memicu Perang Dunia 3. Namun, pria ini berhasil menghentikannya, seorang diri !!!

Vasili Arkhipov

Vasili Arkhipov

Sebuah dokumenter yang dipublikasikan pada Selasa (25/9/2012) ini menyatakan, tindakan seorang pria menyelamatkan bumi dari perang nuklir seorang diri. Ia bukan Supermen ataupun Ultraman, ia adalah Vasili Arkhipov, awak kapal selam Soviet.

Kisahnya dimulai pada 1960-an, di tengah kekhawatiran Perang Dingin, saat hubungan Washington dan Moskow benar-benar rusak. Di Amerika, rakyat mulai mengumpulkan ransum dan membangun bunker antibom di kebun mereka.

Ketegangan meningkat karena terjadi revolusi di Kuba. Soviet pun memiliki sekutu komunis yang bisa membantu menggempur Amerika. Rudal-rudal Kuba sudah diarahkan ke Amerika, meratakan Washington dan New York dalam waktu 10 menit. Satu-satunya hal yang menghentikan mereka dari saling serang ketika itu adalah kebijakan yang menyatakan serangan hanya boleh dilakukan jika satu pihak terbukti merusak teritori pihak lainnya.

Satu torpedo saja diluncurkan, maka lainnya akan membalas dengan hal yang sama. Tentunya, hal ini akan memicu serangan-serangan yang amat menghancurkan. Apalagi melibatkan nuklir, umat manusia bisa saja punah ketika itu.

“Semua pihak mengantungi nuklir. Satu saja serangan, perang nuklir terjadi,” ujar Direktur Arsip Keamanan Nasional AS, Thomas Blanton.

Di tengah atmosfer saling curiga dan takut ini, empat kapal selam diesel Soviet diam-diam diberangkatkan. Hanya pejabat penting di kapal selam saja yang tahu mereka membawa torpedo berhulu ledak nuklir.

Kekuatannya besar, setara bom atom Amerika yang dijatuhkan ke Kota Hiroshima dan Nagasaki pada 1945 lalu. Kapal selam ini berangkat menuju Kuba. Mereka dikawal helikopter, jet tempur dan kapal perang.

Amerika pun memburu mereka, bak permainan tikus dan kucing. Tak lama, Amerika menemukan kapal-kapal selam itu. Kapal selam yang ditumpangi Arkhipov, B59, ikut terpaksa menyelam, bersembunyi dari pantauan Amerika.

Saat itulah kondisi memburuk karena mereka harus bertahan di bawah air selama sepekan, dalam suhu dan kelembaban tinggi, serta air minum yang dibatasi satu gelas per hari. Di atas permukaan, Amerika memang sengaja menanti kapal-kapal selam ini menyerah.

Tak ada yang tahu, kapal selam itu membawa senjata maut. Amerika terus menunggu awak kapal selam yang kepanasan dan kehausan, menyerah. Tak sabar, Amerika menjatuhkan granat peringatan ke laut, yang oleh Soviet disangka serangan. Valentin Savitsky, kapten B59, yakin perang nuklir sudah dimulai. Komunikasi radio dari bawah laut susah.  Dia tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi.  Maka ia memerintahkan peluncuran torpedo nuklir untuk menyelamatkan kehormatan Soviet. Dalam kondisi normal, sudah pasti perintah ini segera dijalankan dan kedua negara bakal berperang. Namun, Savitsky tak memperhitungkan Arkhipov, satu dari tiga perwira di kapal selam.  Penggunaan torpedo nuklir hanya dapat dilakukan jika tiga perwira di kapal selam itu sepakat!  Hanya Arkhipov yang bersikeras mereka tak boleh menembakkan senjata itu dan harus menyerah kepada Amerika.

Langkah memalukan bagi Soviet, namun menyelamatkan seluruh dunia. Begitu muncul di permukaan, kapal-kapal selam itu hanya disuruh pulang ke Soviet. Arkhipov yang tak sadar dirinya pahlawan dunia, dipermalukan di negaranya.

Bertahun-tahun kemudian baru apa yang sebenarnya terjadi di dalam B59 diketahui publik. Sayang, saat itu Arkhipov sudah meninggal dunia. Bagi Olga, jandanya, Arkhipov adalah seorang pahlawan.

“Dari kapal selamnya, ia mencegah pecahnya perang nuklir. Saat itu saya bangga, dan saya akan selalu bangga dengan suami saya,” ujarnya. Kisah Arkhipov akan ditayangkan dalam dokumenter bertajuk “The Man Who Stopped World War III: Revealed”.

Sumber:

http://en.wikipedia.org/wiki/Vasili_Arkhipov

http://forum.viva.co.id/sejarah/541765-pria-ini-berhasil-cegah-perang-dunia-iii.html

Umat Islam di Negeri Plesiran

Thursday, December 2nd, 2010

Dr. Fahmi Amhar

Untuk apa datang ke Orlando, Florida?  Florida adalah sinonim untuk “negeri plesiran”.  Negara bagian Amerika Serikat ini memiliki iklim tropis – sub-tropis, sehingga tetap hangat ketika musim dingin yang menggigil sedang menyelimuti New York atau Washington DC.  Tak heran, di bulan-bulan November hingga Februari nanti, orang-orang dari utara akan berdatangan ke Florida untuk mencari matahari.  Apalagi ke Orlando, kota yang telah disulap menjadi surga rekreasi.  Kota ini memiliki tak kurang dari 100 objek wisata buatan manusia.  Yang besar-besar adalah Universal Studios, Island of Adventures, Walt Disney World, dan Magic Kingdom.  Kalau orang berlibur sebulan ke Orlando, belum habis seluruh objek wisata itu akan dikunjunginya.

Namun demikian, karena penulis datang ke Orlando bukan untuk berlibur, tetapi untuk symposium ilmiah, kesempatan yang ada digunakan sekaligus untuk mencari tahu kondisi umat Islam di Orlando.

Sebenarnya tidak sulit mendapatkan informasi tentang Islamic Center Orlando di internet, yaitu di 11543 Ruby Lake Road Orlando, FL 32836.  Yang tidak mudah adalah menemukan dan mencapai tempat itu dengan angkutan umum, karena posisinya agak di pinggiran kota yang sepi.  Alhamdulillah, tanpa sengaja penulis mendapatkan sopir taksi yang seorang muslim imigran dari Afrika Selatan.  Dan dia sangat mengenal masjid itu.  Penulis terpaksa ambil taksi karena melihat jam sudah mendekati pukul 12, padahal waktu sholat Dhuhur di Orlando adalah pukul 12:10.

Tetapi sampai di masjid ternyata masih sepi.  Ternyata, ibadah Jum’at dipatok dimulai pukul 13:45 untuk khutbah dan sholat pukul 14:00.  Pukul 13:15 ada pengajian dulu selama setengah jam, berikut tanya jawab bila ada.

Ternyata ketika khutbah dimulai, jama’ah sudah membludak sampai halaman luar.  Parkir mobil sampai di jalan-jalan mencapai hampir 500 meter dari masjid.

Dari informasi yang didapatkan, di negeri plesiran ini ada lebih dari seratus ribu muslim, namun baru ada sekitar 20-an masjid (islamic center).  Yang paling berat dirasakan adalah pembinaan anak-anak.  Anak-anak mereka tumbuh di Amerika.  Isi pengajian pra-khutbah tadi juga menyampaikan keprihatinan.  Hasil survei majalah Times 30 Agustus 2010 mengatakan antara lain:

–       75% remaja muslim AS merasa diperlakukan diskriminatif.

–       29% remaja muslim kadang-kadang (terpaksa) menggunakan nama yang tidak khas sebagai muslim.

–       47% mahasiswa muslim di AS minum alkohol.

–       Tahun 2001, 59% publik masih memiliki opini positif tentang Islam, tahun 2005 tinggal 41%, dan tahun 2010 tinggal 30% yang beropini positif.

Sang Imam juga menyampaikan keprihatinan, bahwa mereka sebagai warga negara Amerika Serikat wajib membayar pajak, dan pajak itu dipakai pemerintah Amerika Serikat untuk menjajah dan membunuhi saudara-saudara seiman di luar negeri (Iraq dan Afghanistan).  Untuk itu Amerika harus berubah.

Di samping masjid berdiri Muslim Academy of Great Orlando yang menyelenggarakan pendidikan alternatif dari Taman Kanak-kanak hingga SMA.  Namun masih juga ada kecaman dari kalangan islamophobia yang menuduh bahwa kurikulum sekolah ini sejak kelas 1 SD sudah berbau intoleransi dan kekerasan.

Jama’ah masjid Orlando ini juga menyelenggarakan pengurusan jenazah secara Islam, mulai dari memandikan, mengkafani, membawa jenazah dari rumah sakit ke kuburan, pengurusan sertifikat kematin, penggalian kubur, memasang batu nisan dan penulisan identitas jenazah di atasnya.  Biaya total pengurusan ini mencapai hampir US$ 4000.

 

 

Hubungan Ekonomi Indonesia-AS

Wednesday, November 22nd, 2006

Republika Selasa, 21 Nopember 2006

Oleh :

Fahmi Amhar
Dosen Pascasarjana Universitas Paramadina

Sejauh mana ketergantungan ekonomi Indonesia pada Amerika? Sejauh kepentingan ekonomi, atau sejauh ketakutan secara politik/militer? Pertanyaan ini akan dicoba dijawab dengan beberapa indikator.

Neraca perdagangan
Menurut CIA World Fact Book (https://www.cia.gov/cia/publications/factbook/geos/id.html), hingga 2005 ekspor Indonesia ke AS ditaksir sekitar 9,62 miliar dolar AS per tahun (dengan komoditas utama migas, elektronik, kayu lapis, tekstil, dan karet). Sedangkan impor dari AS adalah 4,16 miliar dolar AS (dengan komoditas utama mesin, bahan kimia, bahan makanan). Sayang tidak ada statistik lebih detail untuk masing-masing komoditas tersebut. Data dari CIA ini berdekatan dengan data resmi BPS (http://www.bps.go.id/leaflet/bookletjuli2006.pdf? Halaman 43): ekspor Indonesia ke AS 2005 9,87 miliar dolar AS (11,5 persen total ekspor) sedangkan impor dari AS 3,88 miliar dolar AS (6,7 persen).

Ini artinya, bila terjadi pemutusan hubungan dagang dengan AS (baik karena kita memboikot produk AS, atau AS mengembargo kita), maka dampak ekonomi yang ditimbulkan tidaklah seluas yang dicemaskan orang–dengan catatan negara-negara lain seperti Uni Eropa, Jepang atau Cina tidak ikut-ikutan. Memang bagi pihak-pihak terkena langsung, seperti para pebisnis dengan ekspor/impor ke AS beserta para pekerjanya, mereka akan merasakan dampak yang berat.

Utang LN
Menurut Koalisi Anti Utang (www.kau.or.id), utang LN Indonesia kepada AS terdiri dari utang multilateral, yakni dengan beberapa lembaga keuangan yang didominasi AS seperti IBRD (Bank Dunia) = 7,86 miliar dolar AS (12,7 persen dari seluruh utang LN Indonesia) dan utang bilateral 3,53 miliar dolar AS (5,7 persen). Sayangnya data resmi Depkeu malah sulit didapatkan di internet. Melihat porsi utang tersebut, sebenarnya tak layak AS selalu memaksakan agendanya ke Indonesia.

Investasi
Idealnya ada data total investasi AS di Indonesia menurut bidang investasinya serta jumlah perusahaannya. Namun, sementara ini data yang didapat dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (www.bkpm.go.id/en/figure.php?mode=baca&t=Facts%20and%20Figures) adalah bahwa AS bukanlah negara asal yang menonjol dalam investasi.

Dari 2001-September 2006, total investasi AS di Indonesia hanya berjumlah 208 investasi (2,60 persen dari seluruh PMA di Indonesia) atau hanya senilai 1,1 miliar dolar AS (1,49 persen). Jadi sebenarnya sangat kecil. Namun angka investasi ini adalah di luar investasi sektor minyak dan gas bumi, perbankan, lembaga keuangan nonbank, asuransi, sewa guna usaha, pertambangan dalam rangka kontrak karya, serta perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara.

Bidang investasi yang tidak didata di BKPM ini adalah bidang yang justru sangat strategis (Freeport, Newmont, ExxonMobile, Chevron dll), namun keberadaannya di Indonesia hanya mungkin terjadi oleh manipulasi hukum serta perilaku koruptif para pejabatnya.

Wisatawan AS di Indonesia
Menurut BPS (http://www.bps.go.id/leaflet/bookletjuli2006.pdf? Halaman 52) jumlah kunjungan wisata dari AS pada 2005 adalah 160.597 orang dan setiap kunjungan mereka rata-rata selama 13 hari dan mengeluarkan uang rata-rata 1.334 dolar AS/orang/kunjungan. Dengan demikian bila Indonesia ditutup bagi wisman AS, maka kehilangan per tahun ditaksir adalah 214,2 juta dolar AS. Namun ini ternyata hanya 4,7 persen dari total penerimaan sektor wisata dari kunjungan wisman.

Orang Indonesia di AS
Warga negara Indonesia yang belajar atau bekerja di AS akan terkena dampak langsung hubungan Indonesia-AS. Bila hubungan memburuk, mereka terancam berhenti belajar atau bekerja. Sayangnya jumlah mereka tak diketahui dengan pasti. Informasi dari KBRI Washington (http://www.embassyofindonesia.org/) hanya menyebutkan jumlah paspor yang dikeluarkan oleh KBRI, yang jumlahnya hanya berkisar 1.000 paspor/tahun. Paspor dari KBRI biasanya hanya diberikan pada WNI yang menetap di AS namun tetap memegang kewarganegaraan Indonesia. Dengan asumsi paspor berlaku 10 tahun, maka jumlah mereka berkisar 10 ribu orang.

Namun seorang WNI yang tinggal di AS dan sering bolak-balik ke Indonesia (pelajar atau pengusaha), tidak selalu harus berurusan dengan KBRI. Info ini lebih tepat dicari pada kedutaan AS di Jakarta (http:www.usembassyjakarta.org/). Sayangnya di sana juga tidak ada data jumlah visa yang diberikan untuk WNI untuk pergi ke AS.

Hal serupa juga terjadi pada warga negara AS yang bekerja di Indonesia untuk jangka lama. Warga AS bebas visa bila hanya berkunjung 1 bulan. Jadi mereka yang mondar-mandir ke Indonesia dan tiap bulan pergi ke Singapura, tidak perlu visa. Sebenarnya di Ditjen Imigrasi Departemen Luar Negeri mestinya ada data tentang warga AS yang masuk ke Indonesia. Namun data ini tidak didapatkan di internet.

Kepentingan militer
Kepentingan militer diduga paling dominan dalam hubungan ekonomi Indonesia-AS. Kepentingan yang dimaksud adalah berupa (1) pembelian persenjataan dari AS; (2) pelatihan personel militer ke AS; dan (3) bantuan (grant) untuk program-program militer di Indonesia–semacam pembentukan Densus-88 Antiteror. Sayang informasi di bidang ini justru paling sulit didapat. Kalau misalnya ada data perbandingan negara asal persenjataan yang dimiliki TNI, barangkali kita akan tahu, serapuh apakah kita terhadap AS. Namun sejak embargo senjata AS tahun 1991 (kasus Dili), Indonesia telah memutuskan untuk melakukan diversifikasi negara tempat membeli senjata. Indonesia telah membeli kapal dari Jerman, tank dari Perancis, pesawat tempur dari Russia, pistol dari Austria, dan sebagainya.

Kesimpulan
AS sendirian sebenarnya tidak terlalu signifikan bagi ekonomi Indonesia, baik secara perdagangan, utang, investasi, pariwisata, ekspatriat, bahkan mungkin militer. AS baru berbahaya ketika sikap atau kebijakannya diikuti oleh negara-negara lain, terutama yang memiliki peran ekonomi besar atas Indonesia, seperti Jepang, Cina, Uni Eropa, atau Australia. Namun dengan diplomasi aktif yang baik ke seluruh negara di dunia, risiko ini bisa ditekan.

Ketakutan pemerintah Indonesia atas sanksi ekonomi, politik, dan militer AS, sehingga begitu tunduk kepada AS–terbukti dari penyambutan yang berlebihan di Bogor tgl 20 November ini–sangat tidak beralasan. Sebaliknya Indonesia justru dapat memainkan peran strategisnya, agar hubungannya dengan AS tidak seperti jongos terhadap juragan, tetapi sama tegak antara sesama negara merdeka. Bahkan Indonesia harus memandang rendah AS, karena mereka adalah negara yang telah mendzalimi bangsa-bangsa lain di dunia.